Selasa, 11 Mei 2010

Kegalauanku

kegalauanku meresahkan mimpiku
kegalauanku meretakkan dinding kesabaranku
kegalaukan membuka alam sadarku
kegalauanku memimpin pikiranku
kegalauanku di setiap doaku
kegalauanku dibawah kakiku
ku rindukan ketenanganku
kurindukan tidurku
nyeyakku slalu terusik
dimana mana kulihat pendritaan, penindasan, kekacauan
dimana mana kudengar tangisan ratapan jeritan




ku mulai terbangun dari mimpi
ku tatap tajam sang mentari yang setia menemani
tenggelamkan bulan dan malam hari
pandangan pun perlahan jelas kembali
membuka kesadaran diri
masih terngiang didalam mimpi
tentang keadaan suatu negri
terbayang mereka yang ditelanjangi
oleh kekuasaan tak berhati nurani
rezim tirani semakin menjadi jadi
ku hangatkan badan dengan segelas kopi pagi
mataku tertuju tajam koran tempo hari
dengan ulasaan sulit kumengerti
pembenaran tak lagi berarti
logika tak berlaku lagi
pemberontakan dan pengabdian
atau perjuangan dan penindasan
hampir tak ada batasan
sama sama memakan korban
air mataku terlinang
terbayang wajah mereka yang dirugikan

mereka yang di tinggal sodaranya
mati dengan karena tujuannya
atau mereka yang di tinggal keluarganya
mati karena korban
awan putih menghitam
saat bom meratakan bangunan
ibu pertiwi semakin menangis
meratapi ulah anak2 nya


tutuplah matamu dan renungkan
setiap kejadian itu hanyalah penderitaan
buka pikiranmu untuk temukan jawaban
tentang kesalahan yang seharusnya tak terulang



mulailah untuk menggandeng tangan
tanpa ada perbedaan sosial
untuk wujudkan dunia impian
tanpa peperangan dan kekacauan


seperti apakah manusia seharusnya untuk apakah mereka ada
haruskah untuk membunuh sesama atau menjadi penguasa
sadarkah mereka semua sama sebagai mahluk ciptaan tuhan
idealisme adalah untuk memperkaya
bukan di jadikan suatu bencana
agama, suku, adat budaya bukan suatu alasan
untuk di jadikan dasar perang dan pembangkangan
saat gereja menjadi sasaran pengeboman
dan mesjid adalah sasaran penghinaan
tempat umum menjadi target tujuan
dimanakah tempat yang aman
penjajahan pun telah berkembang tanpa pandang
hingga ke wujud moral dan pikiran
propaganda sial makin berkembang
merubah manusia menjadi liar
tanpa peduli belas kasihaN
sadarlah kawan dunia ini merindukan perdamaian

ini untuk kulit mereka yang terbakar
ini untuk darah mereka yang di ujung parang parang
untuk jantung mereka yang tertembus peluru
untuk kepala mereka yang tergantung di pelataran
perlukah jutaan nyawa melayang
untuk tujuan yang belum tentu benar

Senin, 12 April 2010

Tiga Sudut

Semua menjad sangat kelabu, saat kehidupan mencampakkanmu dari ruangnya. Tidak ada yang seperti ini sebelumnya, bahkan tak pernah juga terpikirkan. Serasa mati, tak ada arti, hanya yang mengalami yang bisa merasakan pedihnya. Untuk melanjutkan tak ada harapan, hanya berhenti, tertegun, dan terpelanting kebelakang menerima kenyataan yang pahit.

Matanya nanar menerawang kesegala penjuru, dingin angin malam menjilati tubuhnya yang telanjang, bahkan kulitpun sobek sana sini mengeluarkan darah kental dan mengumpal bersama darah putih. Unutk merasakan lelah pun takut, sakit seperti tak ada, untuk apa memikirkannya jika sudah sadar nyawa tak lagi bisa dipertahankan. Tak ada lagi pemaknaan hidup selama ini karna terlalu cepat dan tak terencanakan, terlalu cepat akan berahir, memohon tak lagi punya tempat. Tuhan, ini kehendak Tuhan. Tapi apakah kejendak Tuhan bila ketidakadilan yang dirasakan, bagaimana menjelaskannya? Tuhan seperti membisu, setan pun tidak ada yang mendekat untuk menawarka keselamatan hidup.

Suara desingan peluru tak henti-henti bernyanyi dibelakang, beruntun, bersaing, seperti racikan musik okrestra oleh komposer. Jalan hutan yang gelap ini bisa jadi adalah tempat terakhir dalam hidup, setidaknya lebih baik jika harus mengakhiri hidup di penampungan yang kumuh dan kotor itu. Mereka adalah budak-budak tak beradap, yang hidup dalam kebodohan dan doktrin sesat, tak ada bedanya dengan anjing yang mengekor di pantat majikannya. Lalu untuk apakah mereka hidup, bila hanya menjadi ternak-ternak peliharaan, tidak seperti layaknya manusia, yang hidup, berpikir, perasa, dan punya pilihan. Akulah yang kabur dari mereka, dengan telanjang, suci dan murni. Tidak ada yang bisa menghalangiku untuk bebas, walau matipun akan aku pertaruhkan. Mati memang begitu menakutkan, tetapi juga menggoda, dewa kematian adalah penjagaga dari kebiadapan dunia, saat manusia tak lagi bisa diharapkan untuk hidup, seperti aku, yang tidak lagi menjadi manusia layak bagi mereka hingga dewa maut kasihan dan segera datang menjemputku. Aku sangat takut untuk mati, mati bagiku adalah sebuah penderitaan, tak lagi ada teman, tak lagi susu, sate, dan semua yang aku sukai. Gelap. Hal itulah yang terlintas dan terbayang.

Kaki kiriku tak laki bisa diharapkan, peluru panas itu menghujam dan mematikan urat sarafku. Tubuh ku seret dengan tangan, makin hancur tubuh ini, ranting-ranting menusuk, menggores. Ku hanya ingin cepat berakhir, walau aku juga berharap untuk hidup, tapi bukan dengan pertolongan mereka, tak sudi bila harga diriku juga hancur seperti tubuh ini. Biarlah salah satunya hancur dan lainnya utuh. Suara derap kaki datang, sangat banyak dan mengepung tempat, kusenderkan tubuh dibelakang pohon besar yang membentuk lorong kecil diatara akar besarnya hingga bisa kurebahkan diriku didalamnya. Bukan pasrah, aku tidak mau pasrah, hanya pada Tuhan aku khan pasrah, dengan mereka aku harus tetap awas, sembunyi. Derap semakin dekat, nafasku terdengar seperti bom beruntun yang aku sendiri takut bila terdengar. Kaki mereka terlihat di depanku, tapi mereka belum menemukanku, tubuh telanjang ini telah gelap bersama tanah dan lumpur selama pelarian, keuntungan atau keberuntungan bisa menunda mereka menemukanku.

Lelah mulai kurasakan, aku lihat warna-warni diatas, gelombang pantai, sejuknya pegunungan, indahnya taman, sungguh mempesona. Aku sudah lelah dengan semua ini, lelah menjalani, lelah menunggu, lelah mengharap, tapi aku tidak menyerah, aku hanya curhat dengan Tuhanku, setidaknya memang benar ada Dia khan mendengar peluhku. Dia tak akan memaafkan orang-orang kolot itu, yang mengaku taat tapi mereka taat pada seseorang bukan Tuhan, aku patuh padamu Tuhan. Bisakah kau beri tempat yang nyaman setelah ini, untuk manusia ciptaanmu ini. Bayang-banyang indah mulai mereduo, bersama kesadaranku, tak tahu mengapa, mungkin ada peluru menembus otakku, mungkin ada batang senjata yang dipukulkan ke kepalaku, atau mereka telah menemukanku dan menyeretku. Aku tak peduli lagi, aku telah mati-matian berjuang, dan ini patut mendapa nilai yang besar, nilai untuk seorang manusia yang telah menjadi manusia sesungguhnya, yang menentukan pilihannya.

Minggu, 11 April 2010

Pilihan dan Pilihlah!

Kita tidak ada yang tahu apa yang terjadi sebelum kita menjadi seorang bayi manusia, apakah dulu jiwa atau roh kita telah mengadakan perjanjian tentang apa dan bagaimana kita di dunia ini? Mungkinkah hal itu yang mereka sebut sebagai suratan takdir? Tapi yang jelas, berdasarkan pengalaman yang telah aku alami sebagi proses, sesuatu hal itu adalah kembali kebagi masing-masing subyek. Artinya, bisa atau tidak, berhasil atau tidak, semua itu kembali kediri kita masing-masing.

Dulu sekali, sewaktu masih SMA, seorang teman yang hidup dari keluarga sederhana mengatakan kepadaku, bahwa dia tidak percaya apa itu takdir, takdir adalah kita, dan kitalah yang harus merubahnya. Tetapi hal itu dia muali pungkiri setelah beberapa tahun sesudahnya. Sore itu disebuah persawahan kampung dia mulai menyerah dengan takdirnya, mungkin memang benar takdir bila aku seorang anak petani biasa aku harus menjadi petani. Nada putus asanya keluar, nada yang sangat aku benci. Dia melanjutka, dia takut, sangat takut, untuk berusaha lebih keras (selama ini dia telah berusaha) bila hasilnya malah akan menghancurkanku dalam kegilaan mimpi-mimpi. Dia sudah muak dengan hidupnya, dengan pikirannya, dengan dunianya, “mungkin saatnya aku sadar dan menerima takdirku ini sebagai mana mestinya”.

Setelah percakapan itu kami seperti melupakannya, semua berjalan seperti biasa, santai bareng, sharing bareng, diskusi bareng, dan berdebat bareng dengan teman-teman kampung lainnya. Memang satu yang aku salutin, walau kebanyakan dari mereka adalah anak tak berpunya, tapi semangat dan pikiran tidaklah seperti kebanyakan pemuda kampung.

Hari ini aku membeli sandal, ternyata sangat susah mencari sandal di dengan ukuran kakiku yang besar (ukuran 44), semua yang aku suka hanya berukuran 43, mungkin memang bukan saatnya membeli sandal pikirku. Perhitunganku, daripada aku mengeluarkan kocek 150 ribu keatas untuk membeli sandal yang ukurannya kurang pas mending aku tahan dulu. Ternyata ada sebuah sandal yang lumayan bagus dengan harga lumayan murah (50ribuan), tetapi lagi-lagi ukurannya mentok 43. Oh kejamnya produsen sandal. Dengan sedikit perhitungan, maka aku putuskan untuk membeli sandal tersebut, walau kurang sedikit pas tapi lumayan nyaman dan aku tidak perlu mengeluarkan uang yang banyak.

Dari contoh diatas hal yang ingin aku uraikan adalah dalam menjalani hidup selalu ada pilihan, hidup memang bukan pilihan, tetapi dalam hidup kita selalu punya pilihan. Bukankah kita punya pikiran yang menandakan kita adalah manusia, mahluk yang bisa memilih, merasa dan berakal dalam menjalani hidup. Cogitu ergo sum, aku berpikir maka aku ada. Itulah yang dikatakan Descartes. Pilihan bukan hanya “ya” atau “tidak”, tetapi bisa diantara keduannya, tergantung dari point of view. Juga bukan hanya “benar” atau “salah” tetapi diantaranya. Apakah salah jika temanku memilih kehidupannya sedemikian?apakah benar jika aku membeli sandal tersebut?. Mari kita diskusikan kedua contoh tersebut.

Temanku sangat antusias memandang hidup dan yakin bahwa dia dapat merubah takdirnya, pastinya dia juga berusaha untuk tetap merubah takdirnya tersebut, bahkan dia juga mempunyai banyak mimpi.

Temanku setelah beberapa tahun memutar balik haluannya, dia sangat pesimis, skeptisme telah melahapnya dalam dunia yang mengerikan, hingga dia tak berani lagi bermimpi, apalagi berusaha mengubah takdirnya.

Keadaan pertama, dia “benar” karena dia sebagai manusia harus tetap yakin dan berusaha, bukankah dalam agama telah dijelaskan “Tuhan tidak akan merubah suatu kaum bila mereka tidak berusaha merubahnya”. Tetapi dia “salah” dilihat dari sudut pandang masyarakat setempat, bahwa sebagai seorang anak petani biasa yang untuk menguliahkan saja tidak sanggup dia berani bermimpi yang sangat muluk-muluk, hanya membuang-buang waktu, pokonya kerja dan kerja.

Keadaan yang kedua, dia “benar” karena dengan mengikuti pandangan masyarakat (termasuk orang tuanya) dia dapat mengisi perutnya, bahkan bisa dibilang dia telah sadar akan status sosialnya. Tetapi dia “salah” karena menyia-nyiakan mimpinya, bukankah semua orang punya mimpi dan berhak untuk meperjuangkannya, bukankah hidup ini tak lebih dari perjuangan, bahkan menurut Marx, untuk mencapai tahap yang lebih tinggi dari suatu masyarakat maka selalu ada perjuangan kelas didalamnya.

Berlanjut ke keadaan kedua dimana saat aku membeli sandal, antara “ya” atau “tidak”.

Pertama bila aku mebeli sandal yang aku inginkan (“ya”) maka aku telah mengeluarkan uang untuk sandal yang tidak pas dengan kakinya, tetapi bila tidak membeli (“tidak”) maka aku tak tahu apakah aku akan membeli sandal, melihat aku tidak terlalu pandai memanage uang.

Akhirnya aku memilih “diantaranya”, yakni aku membeli (“ya”) sebuah sandal tetap sandal yang lain (“tidak”) dengan memperhatikan faktor keadaan dan peluang. Artinya, aku memang tidak memiliki sandal yang aku inginkan, tetapi aku bisa memiliki sandal yang lumayan, dan selain itu aku memiliki sisa uang belanja yang bisa subtitusikan ke barang lain, dan saat aku mempunyai uang lagi aku tinggal membeli sandal yang aku inginkan (bila mendapat ukuran yang pas) lain waktu. Berarti selalu ada pilihan antara “ya” atau “tidak” melihat keadaan dan peluangnya.

Dalam diskusi diatas suatu hal “benar” atau “salah” dimana dalam kehidupan kita selalu dibentrokan antara dua sisi, dua pilihan. “Benar” adalah benar bila ada “salah”, dan “salah” adalah benar bila ada “benar”. Keduanya berhubungan dan tidak bisa dipisahkan, kontradiktif, tetapi tidak defititif. Artinya kita selalu punya pilihan relatif, baik dalam presepsi maupun implementasi, entah kita mencomot “benar” dari presepsi mana (tidak termasuk kedalam “benar” atau “salah” dalam presepsi awal), ataupun salah dari presepsi yang lain. Initinya dalam konteks dan ruang apa, lalu bagaimana?

Selain itu juga ada “ya” atau “tidak”, yakni dalam menentukan suatu pilihan sepatu diatas ada jalan alternatif, tetapi tetap menggunakan perhitungan. Pilihan diantaranya adalah keputusan dari pada “ya” tetapi menyesal, atau “tidak” tetapi juga menyesal. Alternatif seperti itu bisa sangat membantu, yakni janganlah otak kita selalu terdikte antara “ya” atau “tidak”, tetapi melihat diantara.

Dalam hidup selalu ada pilihan dalam menjalaninya, bagaimana kita berani bertaruh untuk mengambil resikonya atau tidak, mencoba bukanlah hal yang “lumrah” dalam hidup, tetapi berani dan yakin. Pernah aku bilang kepada seorang teman hidup tak lebih dari sebuah permainan, antara menang, kalah, atau seri. Menang ada bila ada kalah, seri berarti penundaan (bukan sia-sia, menurutku tak ada yang sia-sia dalam hidup, semua bermakna bila kita benar-benar melihatnya), juga teringat kata temanku saat ada temanku yang lainnya menyarahkan hasil tulisannya ke temanku tadi, dia bilang “maaf ya klo hasilnya jelek”, lalu temanku yang satunya menjawab, “bukankah lebih baik kita bisa menilai bagus apa jelek daripada tidak sama sekali”. Permainan ini haruslah kita selesaikan, sampai game over, jangan terlalu tegang, terlalu serius, karena akibatnya sangat fatal (depresi, stres, gila).

Jadi apapun pilihanmu tetap jalani hari-harimu dengan senyum lebar, menang-kalah, konflik, benar-salah, iya-tidak, kontra-pro, adalah biasa, tinggal bagaimana kita menikmati prosesnya, berani menjalani prosesnya, menentukan pilihan langkah dalam setiap prosesnya, dan bagaimana kita menikmatinya, So, nikamti semua harimu kawan!.

Kamis, 01 April 2010

century lagi....antasari lagi.....

menganalisa fenomena yg terjadi belakangan ini cukup menggelikan. isue yang berkembang didinamika masyarakat kita tendensinya kearah "birokrasi" yang notabenenya mayoritas masyarakatsendiri susah untuk menangkap dan memahaminya. Mengapa ini yang terjadi, bukan kapasitasnyatetapi sangat dipaksakan.Bolak-balik ganti chanel yang keluar dan selalu diexpose hanya century danantasari? yang lebih menggelikan obrolan masyarakat juga masalah itu,bukankah masih banyakpersoalan lain yang langsung menyentuh wilayah struktural masyarakat yang perlu mendapat perhatian. Televisi sebagai media masa yang paling mudah diakses seluruh manyasarat menjadi alat ampuh untukmembentuk dan menciptakan" opini publik,lalu hegemonillah yang terjadi. Telusur punya telusurmayoritas stasiun TV adalah milik orang2 birokrasi yang pastinya mempunyai kepentingan dalammemberikan tayangan maupun berita untuk masyarakat. Independensi semakin direduksikan ketitiknol.

Tak luput, kaum intelektual juga menyoroti hal serupa. aksi demonstrasi sebagai transformasi sepertiyg kita lihat juga menyoroti hal tersebut. Melihat dari kaca mata bawah,maka hal itu tidak perlu terlaluintens untuk dilakukan,karena menurut analis pribadi saya melihat keadaan kursi kekuasaan birokrasisemakin memanas dan moment ini menjadi ajang penjatuhan dan penaikan nama tokoh guna mencarisela kekuasaan. Serangan sesungguhnya ditujukan kepada publik,karena mereka sendiri sangat sadarbahwa dengan mempengaruhi publik kekuasaan bisa direbut.Entah apalagi setelah century dan antasri.

Meninjau hal lainyang lebih mengena lapisan struktural, masyarakat sepertinya lupa akan banyaknyakebijakan yang masih merugikan mereka. Ambil contoh tentang rencana "RUU Kepemilikan Property" dan "Food Estate" ditambah lagi tentang AC AFTA. Bukannkah dampaknya akan sangat mempengaruhinilai kerja masyarakat bawah. mayoritas masyarakat butuh sebuah pembelajaran lagi tentangpentingnya partisipasi terhadap negara dengan mempengaruhi setiap kebijakan yang selaluberhubungan dengan mereka. Yang saya takutkan apabila fenomena yang di expose di televisi semakinmembuat ambiguitas presepsi publik hingga mereka tidak kuat menganalisis secara rasional isu yang berkembang ( century dan maslah birokrasi lainnya yang masyarakt rendah "mayoritas" tidak bisamemahminya) maka apatisme akan tercipta juga terhadap isue2 lain walalupun hal itu menyangkutatau untuk mereka. Dan dengan mudah mereka mengatakan "itu urusan negara bukan urusanku".

disini perlu diperjelas apakah itu "negara" yakni sebagai kesatuan hubungan yang merangkumwilayah,masyarakat dan sekaligus pemerintahannya dan terjalin inheren seca timbal balik. danmasyarakat adalah negara. seperti yang diungkapkan JJ. Rosseu dalam "kontrak sosial" apabilasebuah masyarakat yang tidak lagi memikirkan negaranya yakni memisahkan dari kepentinganpolitiknya sebagai warga negara maka negara tersebut sebenarnya telah "hilang".

Disini juga saya berusaha menyikapi fungsi LSM yang seharusnya dapat memberikan sosialisasi kepadapublik dan menjadi pelindung publik.Ditambah lagi fungsi dan peran dinas sebagai penyuluh yang dirasa sangatlah kurang (melihat realitas yang ada,masyarakat mayoritas kurang mengerti). mungkinharapan yang bisa dilakukan dengan peran kaum intelektual untuk membantu transformasi sosialnyakearah struktural yakni membangkitkan kesadaran mereka akan fungsi dan peran politiknya diranahbirokrasi.Saya rasa, apabila banyak masyarakat yang sudah paham,maka negara ini bisa dibanggakansebagai "negara yang kaya akan sumber alam dan manusia yang progresif". demokrasi representatifjuga akan memberikan ruang partisipatoris secara inklusif antara penguasa dan rakyat. korupsi jugatentunya adakan terhempas ketitik nol bila keintelektualan masyarakat telah berkolaborasi dengankeberaniannya.

dari sedikit penjelasan sudah tentu bisa dilihat bhwa isu yang berkembang juga pastilah melewatitahap konspirasi politik atas. Teliti lebih lanjut, dalam isu tersebut sensasi baru sering muncul danseperti mudah untuk dibuat. Apkah menjamin apabila uang dari kasus century itu nantinya juga pastibenar2 digunakan untuk rakyat? dan mereka yang berada di layar kaca dengan mudah bilang "inisuara rakyat", rakyat yang mana??? mereka ngerti g yang terjadi??ada apa dibalik fenomenaini??itu;lah yang perlu disikapi??ambiguitas yang tercipta harus dipatahkan lewat pemahaman analisismendalam.tidak hanya aksi reaksioner,tetapi lebih pada refleksi dengan melihat kajian empiris dandialektika sosial yang terbentuk.semoga bermanfaat.

*sebuah opini "



Senin, 12 Oktober 2009

Teori Cermin

Nie teori merupakan asal dari temen, yakni suko.Waktu lag bersauna di kamar, dia mengungkapkan tentang analogi dirinya tentang cermin yakni sebuah pantulan.Apabila kamu mendekat semakin dekat, dan bila menjauh semakin jauh.Cermin adalah sebuah simbol realitas, keadaan yang murni tentang siap dan apa kita.Saat kita memakai topengpin, cermin akan menjawab topeng seperti apa yang kita pakai.Sebuah cermin adalah ungkapan sebenarnya, tanpa bohong dan empiris adanya.

dalam teori cermin ini akan dibahas beberapa subtansi, yakni ;
1. patulan awal/sekilas
dalam pantulan awal kita hanya tahu siap kita selayaknya hanya tahu tanpa mengerti.Kita hanya melihat sesuatu dari satu sisi saja,pantulan awal adalah depan...saat kita melihat seseorangpun hanya depan, tanpa melihat keseluruhan kita tidak akan tahu dibalik tawanya, tangisnya dan senyumnya.Begitu juga dalam melihat keadaan lingkungan maupun diri sendiri.

2. pantulan menyeluruh
dengan melihat keseluruhan anda akan tahu siapa dan apa "sesuatu" itu, dengan melihat detail dan siap menerima sesutu itu atau tidak.Tidak semua manusia menyadari ini, penglihatan awal yang menarik seringkali menjebak dan ujungnya adalah sakit yang dialami orang tersebut.Sama saat melihat suatu permasalahan, saat hal kecil itu tidak kita pedulikan ternyata adalah bomerang bagi diri kita.Teori pantulan menyeluruh adalah mendekati realitas objektif,karena kita juga memakai sudut pandang orang lain.Sehingga memaksa kita untuk menganalisis dan berspekulatif membaca "sesuatu" itu.

3.pantulan menjauh/mendekat
Filosofinyanya adalah bila kita menjauhi sesuatu yang jauh itu dia akan jauh juga dan bila mendekat dia akan mendekat.Bila kadang sesuatu itu mendekat walau kita menjauh, hal itu karna ada sesuatu dalam diri kita yang belum kita lepas sehingga sesuatu itu masih mengdekat.Dengan menggunakan metode pantulan menyeluruh terhadap diri sendir kita akan tahu alasan mengapa dia menjauh atau mendekat.Contohnya, "aku" menjauhi si "aku" dalm diriku yang ternyata membuatku buruk.Tetapi "aku" masih nyaman dan terbiasa memiliki "aku" yang ada dalam tubuhku.Ini perlu perluasan pandangan, bisa dengan cara mencari "aku" yang lainnya hingga terbebas dari "aku" yang ada dalam diriku.

Filosofi cermin dapat dijadikan referensi dalm melihat suatu hal dan meinterprestasikan kedalam implementasi kehidupan sehari-hari.Dengan menggunakan reaksi yang tepat dalam menanggapi suatu hal, dan mengakumulasi kepekaan kita dengan lingkungan maupun diri sendiri.Mungkin ada juga yang mau mengembangkannya sehingga teori ini menjadi benar2 ilmiah.selamat mencoba.

untuk suko terus berkarnya brother....

Minggu, 11 Oktober 2009

Siapa Kita..???

Oke, topik perta gw yakni siapa kita.Coz, banyak banget tuh yang g sadar akan dirinya sendir siapa??apakah pembentukan pribadi kita murni dari pemikiran kita??atau hanya duplikat (imitasi) orang lain??oke dech.Kita bahas topik ini.

Baru tadi siang gw dikritik ma temen gw yang sibuk nyari jati diri, yang gw sok idealis lah.. apalah..its oke gw terima itu, soalnya gw suka dikritk n gw menikmatinya.Dari situ gw tertarik buat nulis masalah kepribadian dan mencari jati diri.

Dimulai dari Manusia.Manusia adalah mahluk yang dihasilkan dari hubungan sexsualitas dan dari pertarungan hormon waktu membuatnya.hahaha.dalam prespektif islam, manusia adalah mahluk yang dihukum dan dikeluarkan dari surga karena melanggar perintah.Dan tujuan diciptakan manusia adalah hanya beribadah kepada Allah semata.Hal itu juga karna manusia adalah khalifah (pemimpin) dunia, dia yang seharusnya ngerawat dunia.Klo ngrusak berti keluar dari kodratnya.

Selanjutnya kepribadian.Kepribadian adalah sifat hakiki yang membedakan kita dari orang lain.Biasanya sifat ini sangat unik dalam setiap masing2 manusia, karna daya tangkap dan pola pikir yang berbeda.Kepribadian orang di daerah panas sangat bertentangan dengan di daerah dingin.Dalam lingkup nyaman manakah yang akan mempengaruhi kita.Yakni lingkup dimana kita bisa meresap apa saja yang ada disekiling kita.Dari melihat lingkup lingkungan seseorang saja kita akan lebih tahu starting point karakteristik sesorang tersebut.So, sebelum nilai orang seperti apa liat dulu latarbelakang pembentukkannya..jangan asal dari tingkah dia.pamalik tuh..hehehe

Trus maslah manusia adalah mahluk peniru.Kebayang g kita waktu pertama kali oek oek langsung ditaruh dihutan, trus yang ngerawat kita para hewan.Kayak di pelem tarzan gitu,apakah kita tahu baik dan buru?apakah kita mengenal konsep Tuhan?apakah kita tahu bahasa manusia?so, semua yang menjadikan diri kita sekarang ini adalah dari hasil meniru para orang2 yang laihir duluan, yakni pascapengalaman.Kita makan pake tangan,berbicara, belajar, dan lainnya adalah dari proses meniru.Jadi klo dibilang "aku" adalah aku murni dia "pembohong".G ada yang murni, semua sudah terkontaminasi.Hingga pola pikir kita berjalan dan mencari apa yang cocok dengan kita atau tidak.Hal itu karna pengaruh tingkat pengetahuan kita.Saat kita menyatakan hal itu baik ataui buruk buat diri kita(termasuk bagian2 kepribadian orang lain) maka hal itulah yang nyaman kita gunakan.Jadi jangan sekonyong2 memvonis orang lain bodoh tau jelek perangainya maupun penampilannya,itu karna mereka nyaman.Ada beberapa yang memaksakan walau memang mereka tidak nyaman hal itu karna terpaksa semata.

Kebiasan juga merupakan faktor terpenting dalam membentuk kepribadian dan keyakinan seseorang.Dalam masyarakat sosial, kebiasaan terbentu karna kesamaan pola pikir yang komunal dan hal itu lama2 menjadi kebiasaan bahkan menjadi hukum.Begitu juga dengan diri kita, kebiasaan kita akan sesuatu hal akan secara otomatis kita lakukan baik sadar maupun tidak sadar dan kadang kala kita menyakininya sebagai kebenaran.Contohnya, dapatkah anda mengklasifikasikan rasa ayam, buah2han secara detail.Padahal walaupun mata ditutup pun kita masih bisa tahu tu rasa ayam, tuh rasa anggur, dll.darena dari kecil kita melihat dan memakan sesuatu itu dengan sering, maka kita pun menyakini bahwa itulah rasanya, walau kita sulit untuk mendefinisikannya.Bayangkan apabila kita makan daging ayam dan ternyata rasanya bukan ayam kita pasti akan terkejut, dan apabila daging itu diberikan kepada anak balita maka dia tidak akan begitu terkejut karna dia belum meyakininya.Seperti kata anand, apa yang kita yakini hari ini belum tentu akan kita yakini suatu hari nanti apabila kita telah mengetahui kebenaran(ilmunya).Jadi apakah masih relevan kita mengatakan tidak mungkin atau salah apabila hal itu tidak sesuai dengan kebiasaan/keyakin kita maupun keyakinan masyarakat tanpa meninjau lebih dalam.Imposible is nothing, karna selalu ada kemungkinan,perkembangan adalah dinamis.

emm, kita langsung jha ke pembahasan terakhi.Jadi siapakah kita..?Sedikit ulasan diatas adalah mengingatkan kita jangan gegabah dalam memvonis diri sendiri ataupun orang lain.Kebenaran itu relatif, karena manusia adalah mahluk pemberi dan pengukur nilai. Semua harus dikaji ulang dengan melihat secara gamblang dan benar.Apakah kita Tuhan yang bisa memvonis dia salah atau benar?Dengan hal apa kita mempertanggung jawabkan argumen dan penilaian kita?Tapi disatu sisi lakukan yang kau percayai,ungkapkan yang kau ketahui.Selanjutnya jangan takut dikritik ataupun dihina.Iyu resiko dan cara kita berkembang.Apakah kita tahu kepribadian sapa saja yang telah di adopsi menjadi kepribadian kita?Tataplah cermin dalam2 dan ucapkan siapakah "aku" yang berada dalam diriku?Bukannya mencari jati diri yang sebenarnya kita tahu seperti apa kita ini.

Sabtu, 10 Oktober 2009

Out From My Head

Akhirnya, setelah vakum untuk melalang buana mencari apapun yang penting dan tak penting untuk didapatkan.Semua seakan menumpuk di kepala ini untuk segera dikeluarkan, walaup[un aq juga g tau apa "itu".Di depan monitor, hanya bisa memandang keyboard yang mulai menuangkannya.Segenap duka dan suka mulai kurasa indah, membiasakan dualitasnya dalam sebuah kenangan dan romantisme entah sampai kapan bisa ku ingat.

Inget setahun yang lalu, saat frustasi mengidap di kepala...mencari pelarian dan hal baru entah g tau mo kemana.Mungkin bisa disebut kebosanan dengan monotonnya hidup, g dinamis dan g evolution.Kehidupan yang jauh dari ideal ku sendiri.Hedon mungkin, walau kesenganan aq kurang nyaman.Seperti orang yang munafik, mungkin karna terdidik biasa2 ajha sejak kecil.aq lebih senang menghamburkan uang untuk membantu teman dari pada menuruti kesengan..yah walaupun g selalu begitu, yakni ada juga memanjakan badan ini.

Kesadaran akan tanggap mulai terlatih dengan melihat fenomena sekitar dan sistem yang ada, melalui pembelajaran intelektualitas tingkatan kesadaran kritis mulai terbentuk.Jiwa berontak dan jiwa bakar dalam diri juga mulai tumbuh dengan mulai beraninya angkat bicara dan take action apapun yang bisa dilakukan.Berjalan dan terus berkembang akupun menikmatinya.Setiap langkah selalu menantang utuk dilewati dan butuh keseimbangan dalam prosesnya.

Seperti kata temen kemaren, dalam hidup kita memerankan banyak peran, peran kepada kampus, orang tua , organisasi, dan masyrakat.Untuk itu kita harus seimbang dan konsisten menjalaninya.Apabila salah satu peran g bisa dijalani, hal itu dapat mengacaukan peran yang lain.Bahkan menguburnya hidup-hidup.Tapi hal itu sudah terlambat.Saat menjalani peran itu akulah yang sembrono dan g peduli adkan peran-peran yang lain, hingga salah satu peranlah yang harus ku kubur hidup-hidup.Seperti saat membangun rumah yang belum ku selesaikan dan aku meninggalkannya.

Frustasi dan frustasi ku jalani dalam beberapa hari, mulai dari cari jalan ini dan jalan itu tak kunjung berhasil.Kebencian akan diri sendiri muali tampak dalm cermin bayangan diri.Takut akan keluar dan menjajaki jalan pun pernah kurasakan.Hingga tak tahu apa yang harus ku perbuat.Saat hidup ini aku tak mempunyai karya untuk apa aku hidup, sindiran hati itu yang selalu mengiangi pikiranku.

Beruntung aku punya banyak teman yang bisa diajak berbagi dan mencari jalan keluar, mereka bilang aku dapat melanjutkan apa yang aku yakini dengan cara laen, tranformasi itu penting bagiku dan aku bisa melakukan itu.Untuk menghindari stagnasi dan terus dinamis.Yah, dinamisasi yang kucari dalam hidup, evolusi dan transformasi.Untuk saat ini itulah yang kuyakini.Terlepas dari semua cita-cita dan keingginan,serta jiwa berontak dalam diri aku menikmatinya.

setelah sekian lama memikirkan dalam-dalam pendapat yang ada, hari inilah aku mulai menulis dan menjadikannya sebagai kegiatan rutin dalam kesenjangan waktu.Seperti es campu ataupun pecel di warung emak, aku mernngkai dengan campuran dan tanpa perdulikan proses prosedural yang ada.seprti judul film freedom writer.

Selasa, 11 Mei 2010

Kegalauanku

kegalauanku meresahkan mimpiku
kegalauanku meretakkan dinding kesabaranku
kegalaukan membuka alam sadarku
kegalauanku memimpin pikiranku
kegalauanku di setiap doaku
kegalauanku dibawah kakiku
ku rindukan ketenanganku
kurindukan tidurku
nyeyakku slalu terusik
dimana mana kulihat pendritaan, penindasan, kekacauan
dimana mana kudengar tangisan ratapan jeritan




ku mulai terbangun dari mimpi
ku tatap tajam sang mentari yang setia menemani
tenggelamkan bulan dan malam hari
pandangan pun perlahan jelas kembali
membuka kesadaran diri
masih terngiang didalam mimpi
tentang keadaan suatu negri
terbayang mereka yang ditelanjangi
oleh kekuasaan tak berhati nurani
rezim tirani semakin menjadi jadi
ku hangatkan badan dengan segelas kopi pagi
mataku tertuju tajam koran tempo hari
dengan ulasaan sulit kumengerti
pembenaran tak lagi berarti
logika tak berlaku lagi
pemberontakan dan pengabdian
atau perjuangan dan penindasan
hampir tak ada batasan
sama sama memakan korban
air mataku terlinang
terbayang wajah mereka yang dirugikan

mereka yang di tinggal sodaranya
mati dengan karena tujuannya
atau mereka yang di tinggal keluarganya
mati karena korban
awan putih menghitam
saat bom meratakan bangunan
ibu pertiwi semakin menangis
meratapi ulah anak2 nya


tutuplah matamu dan renungkan
setiap kejadian itu hanyalah penderitaan
buka pikiranmu untuk temukan jawaban
tentang kesalahan yang seharusnya tak terulang



mulailah untuk menggandeng tangan
tanpa ada perbedaan sosial
untuk wujudkan dunia impian
tanpa peperangan dan kekacauan


seperti apakah manusia seharusnya untuk apakah mereka ada
haruskah untuk membunuh sesama atau menjadi penguasa
sadarkah mereka semua sama sebagai mahluk ciptaan tuhan
idealisme adalah untuk memperkaya
bukan di jadikan suatu bencana
agama, suku, adat budaya bukan suatu alasan
untuk di jadikan dasar perang dan pembangkangan
saat gereja menjadi sasaran pengeboman
dan mesjid adalah sasaran penghinaan
tempat umum menjadi target tujuan
dimanakah tempat yang aman
penjajahan pun telah berkembang tanpa pandang
hingga ke wujud moral dan pikiran
propaganda sial makin berkembang
merubah manusia menjadi liar
tanpa peduli belas kasihaN
sadarlah kawan dunia ini merindukan perdamaian

ini untuk kulit mereka yang terbakar
ini untuk darah mereka yang di ujung parang parang
untuk jantung mereka yang tertembus peluru
untuk kepala mereka yang tergantung di pelataran
perlukah jutaan nyawa melayang
untuk tujuan yang belum tentu benar

Senin, 12 April 2010

Tiga Sudut

Semua menjad sangat kelabu, saat kehidupan mencampakkanmu dari ruangnya. Tidak ada yang seperti ini sebelumnya, bahkan tak pernah juga terpikirkan. Serasa mati, tak ada arti, hanya yang mengalami yang bisa merasakan pedihnya. Untuk melanjutkan tak ada harapan, hanya berhenti, tertegun, dan terpelanting kebelakang menerima kenyataan yang pahit.

Matanya nanar menerawang kesegala penjuru, dingin angin malam menjilati tubuhnya yang telanjang, bahkan kulitpun sobek sana sini mengeluarkan darah kental dan mengumpal bersama darah putih. Unutk merasakan lelah pun takut, sakit seperti tak ada, untuk apa memikirkannya jika sudah sadar nyawa tak lagi bisa dipertahankan. Tak ada lagi pemaknaan hidup selama ini karna terlalu cepat dan tak terencanakan, terlalu cepat akan berahir, memohon tak lagi punya tempat. Tuhan, ini kehendak Tuhan. Tapi apakah kejendak Tuhan bila ketidakadilan yang dirasakan, bagaimana menjelaskannya? Tuhan seperti membisu, setan pun tidak ada yang mendekat untuk menawarka keselamatan hidup.

Suara desingan peluru tak henti-henti bernyanyi dibelakang, beruntun, bersaing, seperti racikan musik okrestra oleh komposer. Jalan hutan yang gelap ini bisa jadi adalah tempat terakhir dalam hidup, setidaknya lebih baik jika harus mengakhiri hidup di penampungan yang kumuh dan kotor itu. Mereka adalah budak-budak tak beradap, yang hidup dalam kebodohan dan doktrin sesat, tak ada bedanya dengan anjing yang mengekor di pantat majikannya. Lalu untuk apakah mereka hidup, bila hanya menjadi ternak-ternak peliharaan, tidak seperti layaknya manusia, yang hidup, berpikir, perasa, dan punya pilihan. Akulah yang kabur dari mereka, dengan telanjang, suci dan murni. Tidak ada yang bisa menghalangiku untuk bebas, walau matipun akan aku pertaruhkan. Mati memang begitu menakutkan, tetapi juga menggoda, dewa kematian adalah penjagaga dari kebiadapan dunia, saat manusia tak lagi bisa diharapkan untuk hidup, seperti aku, yang tidak lagi menjadi manusia layak bagi mereka hingga dewa maut kasihan dan segera datang menjemputku. Aku sangat takut untuk mati, mati bagiku adalah sebuah penderitaan, tak lagi ada teman, tak lagi susu, sate, dan semua yang aku sukai. Gelap. Hal itulah yang terlintas dan terbayang.

Kaki kiriku tak laki bisa diharapkan, peluru panas itu menghujam dan mematikan urat sarafku. Tubuh ku seret dengan tangan, makin hancur tubuh ini, ranting-ranting menusuk, menggores. Ku hanya ingin cepat berakhir, walau aku juga berharap untuk hidup, tapi bukan dengan pertolongan mereka, tak sudi bila harga diriku juga hancur seperti tubuh ini. Biarlah salah satunya hancur dan lainnya utuh. Suara derap kaki datang, sangat banyak dan mengepung tempat, kusenderkan tubuh dibelakang pohon besar yang membentuk lorong kecil diatara akar besarnya hingga bisa kurebahkan diriku didalamnya. Bukan pasrah, aku tidak mau pasrah, hanya pada Tuhan aku khan pasrah, dengan mereka aku harus tetap awas, sembunyi. Derap semakin dekat, nafasku terdengar seperti bom beruntun yang aku sendiri takut bila terdengar. Kaki mereka terlihat di depanku, tapi mereka belum menemukanku, tubuh telanjang ini telah gelap bersama tanah dan lumpur selama pelarian, keuntungan atau keberuntungan bisa menunda mereka menemukanku.

Lelah mulai kurasakan, aku lihat warna-warni diatas, gelombang pantai, sejuknya pegunungan, indahnya taman, sungguh mempesona. Aku sudah lelah dengan semua ini, lelah menjalani, lelah menunggu, lelah mengharap, tapi aku tidak menyerah, aku hanya curhat dengan Tuhanku, setidaknya memang benar ada Dia khan mendengar peluhku. Dia tak akan memaafkan orang-orang kolot itu, yang mengaku taat tapi mereka taat pada seseorang bukan Tuhan, aku patuh padamu Tuhan. Bisakah kau beri tempat yang nyaman setelah ini, untuk manusia ciptaanmu ini. Bayang-banyang indah mulai mereduo, bersama kesadaranku, tak tahu mengapa, mungkin ada peluru menembus otakku, mungkin ada batang senjata yang dipukulkan ke kepalaku, atau mereka telah menemukanku dan menyeretku. Aku tak peduli lagi, aku telah mati-matian berjuang, dan ini patut mendapa nilai yang besar, nilai untuk seorang manusia yang telah menjadi manusia sesungguhnya, yang menentukan pilihannya.

Minggu, 11 April 2010

Pilihan dan Pilihlah!

Kita tidak ada yang tahu apa yang terjadi sebelum kita menjadi seorang bayi manusia, apakah dulu jiwa atau roh kita telah mengadakan perjanjian tentang apa dan bagaimana kita di dunia ini? Mungkinkah hal itu yang mereka sebut sebagai suratan takdir? Tapi yang jelas, berdasarkan pengalaman yang telah aku alami sebagi proses, sesuatu hal itu adalah kembali kebagi masing-masing subyek. Artinya, bisa atau tidak, berhasil atau tidak, semua itu kembali kediri kita masing-masing.

Dulu sekali, sewaktu masih SMA, seorang teman yang hidup dari keluarga sederhana mengatakan kepadaku, bahwa dia tidak percaya apa itu takdir, takdir adalah kita, dan kitalah yang harus merubahnya. Tetapi hal itu dia muali pungkiri setelah beberapa tahun sesudahnya. Sore itu disebuah persawahan kampung dia mulai menyerah dengan takdirnya, mungkin memang benar takdir bila aku seorang anak petani biasa aku harus menjadi petani. Nada putus asanya keluar, nada yang sangat aku benci. Dia melanjutka, dia takut, sangat takut, untuk berusaha lebih keras (selama ini dia telah berusaha) bila hasilnya malah akan menghancurkanku dalam kegilaan mimpi-mimpi. Dia sudah muak dengan hidupnya, dengan pikirannya, dengan dunianya, “mungkin saatnya aku sadar dan menerima takdirku ini sebagai mana mestinya”.

Setelah percakapan itu kami seperti melupakannya, semua berjalan seperti biasa, santai bareng, sharing bareng, diskusi bareng, dan berdebat bareng dengan teman-teman kampung lainnya. Memang satu yang aku salutin, walau kebanyakan dari mereka adalah anak tak berpunya, tapi semangat dan pikiran tidaklah seperti kebanyakan pemuda kampung.

Hari ini aku membeli sandal, ternyata sangat susah mencari sandal di dengan ukuran kakiku yang besar (ukuran 44), semua yang aku suka hanya berukuran 43, mungkin memang bukan saatnya membeli sandal pikirku. Perhitunganku, daripada aku mengeluarkan kocek 150 ribu keatas untuk membeli sandal yang ukurannya kurang pas mending aku tahan dulu. Ternyata ada sebuah sandal yang lumayan bagus dengan harga lumayan murah (50ribuan), tetapi lagi-lagi ukurannya mentok 43. Oh kejamnya produsen sandal. Dengan sedikit perhitungan, maka aku putuskan untuk membeli sandal tersebut, walau kurang sedikit pas tapi lumayan nyaman dan aku tidak perlu mengeluarkan uang yang banyak.

Dari contoh diatas hal yang ingin aku uraikan adalah dalam menjalani hidup selalu ada pilihan, hidup memang bukan pilihan, tetapi dalam hidup kita selalu punya pilihan. Bukankah kita punya pikiran yang menandakan kita adalah manusia, mahluk yang bisa memilih, merasa dan berakal dalam menjalani hidup. Cogitu ergo sum, aku berpikir maka aku ada. Itulah yang dikatakan Descartes. Pilihan bukan hanya “ya” atau “tidak”, tetapi bisa diantara keduannya, tergantung dari point of view. Juga bukan hanya “benar” atau “salah” tetapi diantaranya. Apakah salah jika temanku memilih kehidupannya sedemikian?apakah benar jika aku membeli sandal tersebut?. Mari kita diskusikan kedua contoh tersebut.

Temanku sangat antusias memandang hidup dan yakin bahwa dia dapat merubah takdirnya, pastinya dia juga berusaha untuk tetap merubah takdirnya tersebut, bahkan dia juga mempunyai banyak mimpi.

Temanku setelah beberapa tahun memutar balik haluannya, dia sangat pesimis, skeptisme telah melahapnya dalam dunia yang mengerikan, hingga dia tak berani lagi bermimpi, apalagi berusaha mengubah takdirnya.

Keadaan pertama, dia “benar” karena dia sebagai manusia harus tetap yakin dan berusaha, bukankah dalam agama telah dijelaskan “Tuhan tidak akan merubah suatu kaum bila mereka tidak berusaha merubahnya”. Tetapi dia “salah” dilihat dari sudut pandang masyarakat setempat, bahwa sebagai seorang anak petani biasa yang untuk menguliahkan saja tidak sanggup dia berani bermimpi yang sangat muluk-muluk, hanya membuang-buang waktu, pokonya kerja dan kerja.

Keadaan yang kedua, dia “benar” karena dengan mengikuti pandangan masyarakat (termasuk orang tuanya) dia dapat mengisi perutnya, bahkan bisa dibilang dia telah sadar akan status sosialnya. Tetapi dia “salah” karena menyia-nyiakan mimpinya, bukankah semua orang punya mimpi dan berhak untuk meperjuangkannya, bukankah hidup ini tak lebih dari perjuangan, bahkan menurut Marx, untuk mencapai tahap yang lebih tinggi dari suatu masyarakat maka selalu ada perjuangan kelas didalamnya.

Berlanjut ke keadaan kedua dimana saat aku membeli sandal, antara “ya” atau “tidak”.

Pertama bila aku mebeli sandal yang aku inginkan (“ya”) maka aku telah mengeluarkan uang untuk sandal yang tidak pas dengan kakinya, tetapi bila tidak membeli (“tidak”) maka aku tak tahu apakah aku akan membeli sandal, melihat aku tidak terlalu pandai memanage uang.

Akhirnya aku memilih “diantaranya”, yakni aku membeli (“ya”) sebuah sandal tetap sandal yang lain (“tidak”) dengan memperhatikan faktor keadaan dan peluang. Artinya, aku memang tidak memiliki sandal yang aku inginkan, tetapi aku bisa memiliki sandal yang lumayan, dan selain itu aku memiliki sisa uang belanja yang bisa subtitusikan ke barang lain, dan saat aku mempunyai uang lagi aku tinggal membeli sandal yang aku inginkan (bila mendapat ukuran yang pas) lain waktu. Berarti selalu ada pilihan antara “ya” atau “tidak” melihat keadaan dan peluangnya.

Dalam diskusi diatas suatu hal “benar” atau “salah” dimana dalam kehidupan kita selalu dibentrokan antara dua sisi, dua pilihan. “Benar” adalah benar bila ada “salah”, dan “salah” adalah benar bila ada “benar”. Keduanya berhubungan dan tidak bisa dipisahkan, kontradiktif, tetapi tidak defititif. Artinya kita selalu punya pilihan relatif, baik dalam presepsi maupun implementasi, entah kita mencomot “benar” dari presepsi mana (tidak termasuk kedalam “benar” atau “salah” dalam presepsi awal), ataupun salah dari presepsi yang lain. Initinya dalam konteks dan ruang apa, lalu bagaimana?

Selain itu juga ada “ya” atau “tidak”, yakni dalam menentukan suatu pilihan sepatu diatas ada jalan alternatif, tetapi tetap menggunakan perhitungan. Pilihan diantaranya adalah keputusan dari pada “ya” tetapi menyesal, atau “tidak” tetapi juga menyesal. Alternatif seperti itu bisa sangat membantu, yakni janganlah otak kita selalu terdikte antara “ya” atau “tidak”, tetapi melihat diantara.

Dalam hidup selalu ada pilihan dalam menjalaninya, bagaimana kita berani bertaruh untuk mengambil resikonya atau tidak, mencoba bukanlah hal yang “lumrah” dalam hidup, tetapi berani dan yakin. Pernah aku bilang kepada seorang teman hidup tak lebih dari sebuah permainan, antara menang, kalah, atau seri. Menang ada bila ada kalah, seri berarti penundaan (bukan sia-sia, menurutku tak ada yang sia-sia dalam hidup, semua bermakna bila kita benar-benar melihatnya), juga teringat kata temanku saat ada temanku yang lainnya menyarahkan hasil tulisannya ke temanku tadi, dia bilang “maaf ya klo hasilnya jelek”, lalu temanku yang satunya menjawab, “bukankah lebih baik kita bisa menilai bagus apa jelek daripada tidak sama sekali”. Permainan ini haruslah kita selesaikan, sampai game over, jangan terlalu tegang, terlalu serius, karena akibatnya sangat fatal (depresi, stres, gila).

Jadi apapun pilihanmu tetap jalani hari-harimu dengan senyum lebar, menang-kalah, konflik, benar-salah, iya-tidak, kontra-pro, adalah biasa, tinggal bagaimana kita menikmati prosesnya, berani menjalani prosesnya, menentukan pilihan langkah dalam setiap prosesnya, dan bagaimana kita menikmatinya, So, nikamti semua harimu kawan!.

Kamis, 01 April 2010

century lagi....antasari lagi.....

menganalisa fenomena yg terjadi belakangan ini cukup menggelikan. isue yang berkembang didinamika masyarakat kita tendensinya kearah "birokrasi" yang notabenenya mayoritas masyarakatsendiri susah untuk menangkap dan memahaminya. Mengapa ini yang terjadi, bukan kapasitasnyatetapi sangat dipaksakan.Bolak-balik ganti chanel yang keluar dan selalu diexpose hanya century danantasari? yang lebih menggelikan obrolan masyarakat juga masalah itu,bukankah masih banyakpersoalan lain yang langsung menyentuh wilayah struktural masyarakat yang perlu mendapat perhatian. Televisi sebagai media masa yang paling mudah diakses seluruh manyasarat menjadi alat ampuh untukmembentuk dan menciptakan" opini publik,lalu hegemonillah yang terjadi. Telusur punya telusurmayoritas stasiun TV adalah milik orang2 birokrasi yang pastinya mempunyai kepentingan dalammemberikan tayangan maupun berita untuk masyarakat. Independensi semakin direduksikan ketitiknol.

Tak luput, kaum intelektual juga menyoroti hal serupa. aksi demonstrasi sebagai transformasi sepertiyg kita lihat juga menyoroti hal tersebut. Melihat dari kaca mata bawah,maka hal itu tidak perlu terlaluintens untuk dilakukan,karena menurut analis pribadi saya melihat keadaan kursi kekuasaan birokrasisemakin memanas dan moment ini menjadi ajang penjatuhan dan penaikan nama tokoh guna mencarisela kekuasaan. Serangan sesungguhnya ditujukan kepada publik,karena mereka sendiri sangat sadarbahwa dengan mempengaruhi publik kekuasaan bisa direbut.Entah apalagi setelah century dan antasri.

Meninjau hal lainyang lebih mengena lapisan struktural, masyarakat sepertinya lupa akan banyaknyakebijakan yang masih merugikan mereka. Ambil contoh tentang rencana "RUU Kepemilikan Property" dan "Food Estate" ditambah lagi tentang AC AFTA. Bukannkah dampaknya akan sangat mempengaruhinilai kerja masyarakat bawah. mayoritas masyarakat butuh sebuah pembelajaran lagi tentangpentingnya partisipasi terhadap negara dengan mempengaruhi setiap kebijakan yang selaluberhubungan dengan mereka. Yang saya takutkan apabila fenomena yang di expose di televisi semakinmembuat ambiguitas presepsi publik hingga mereka tidak kuat menganalisis secara rasional isu yang berkembang ( century dan maslah birokrasi lainnya yang masyarakt rendah "mayoritas" tidak bisamemahminya) maka apatisme akan tercipta juga terhadap isue2 lain walalupun hal itu menyangkutatau untuk mereka. Dan dengan mudah mereka mengatakan "itu urusan negara bukan urusanku".

disini perlu diperjelas apakah itu "negara" yakni sebagai kesatuan hubungan yang merangkumwilayah,masyarakat dan sekaligus pemerintahannya dan terjalin inheren seca timbal balik. danmasyarakat adalah negara. seperti yang diungkapkan JJ. Rosseu dalam "kontrak sosial" apabilasebuah masyarakat yang tidak lagi memikirkan negaranya yakni memisahkan dari kepentinganpolitiknya sebagai warga negara maka negara tersebut sebenarnya telah "hilang".

Disini juga saya berusaha menyikapi fungsi LSM yang seharusnya dapat memberikan sosialisasi kepadapublik dan menjadi pelindung publik.Ditambah lagi fungsi dan peran dinas sebagai penyuluh yang dirasa sangatlah kurang (melihat realitas yang ada,masyarakat mayoritas kurang mengerti). mungkinharapan yang bisa dilakukan dengan peran kaum intelektual untuk membantu transformasi sosialnyakearah struktural yakni membangkitkan kesadaran mereka akan fungsi dan peran politiknya diranahbirokrasi.Saya rasa, apabila banyak masyarakat yang sudah paham,maka negara ini bisa dibanggakansebagai "negara yang kaya akan sumber alam dan manusia yang progresif". demokrasi representatifjuga akan memberikan ruang partisipatoris secara inklusif antara penguasa dan rakyat. korupsi jugatentunya adakan terhempas ketitik nol bila keintelektualan masyarakat telah berkolaborasi dengankeberaniannya.

dari sedikit penjelasan sudah tentu bisa dilihat bhwa isu yang berkembang juga pastilah melewatitahap konspirasi politik atas. Teliti lebih lanjut, dalam isu tersebut sensasi baru sering muncul danseperti mudah untuk dibuat. Apkah menjamin apabila uang dari kasus century itu nantinya juga pastibenar2 digunakan untuk rakyat? dan mereka yang berada di layar kaca dengan mudah bilang "inisuara rakyat", rakyat yang mana??? mereka ngerti g yang terjadi??ada apa dibalik fenomenaini??itu;lah yang perlu disikapi??ambiguitas yang tercipta harus dipatahkan lewat pemahaman analisismendalam.tidak hanya aksi reaksioner,tetapi lebih pada refleksi dengan melihat kajian empiris dandialektika sosial yang terbentuk.semoga bermanfaat.

*sebuah opini "



Senin, 12 Oktober 2009

Teori Cermin

Nie teori merupakan asal dari temen, yakni suko.Waktu lag bersauna di kamar, dia mengungkapkan tentang analogi dirinya tentang cermin yakni sebuah pantulan.Apabila kamu mendekat semakin dekat, dan bila menjauh semakin jauh.Cermin adalah sebuah simbol realitas, keadaan yang murni tentang siap dan apa kita.Saat kita memakai topengpin, cermin akan menjawab topeng seperti apa yang kita pakai.Sebuah cermin adalah ungkapan sebenarnya, tanpa bohong dan empiris adanya.

dalam teori cermin ini akan dibahas beberapa subtansi, yakni ;
1. patulan awal/sekilas
dalam pantulan awal kita hanya tahu siap kita selayaknya hanya tahu tanpa mengerti.Kita hanya melihat sesuatu dari satu sisi saja,pantulan awal adalah depan...saat kita melihat seseorangpun hanya depan, tanpa melihat keseluruhan kita tidak akan tahu dibalik tawanya, tangisnya dan senyumnya.Begitu juga dalam melihat keadaan lingkungan maupun diri sendiri.

2. pantulan menyeluruh
dengan melihat keseluruhan anda akan tahu siapa dan apa "sesuatu" itu, dengan melihat detail dan siap menerima sesutu itu atau tidak.Tidak semua manusia menyadari ini, penglihatan awal yang menarik seringkali menjebak dan ujungnya adalah sakit yang dialami orang tersebut.Sama saat melihat suatu permasalahan, saat hal kecil itu tidak kita pedulikan ternyata adalah bomerang bagi diri kita.Teori pantulan menyeluruh adalah mendekati realitas objektif,karena kita juga memakai sudut pandang orang lain.Sehingga memaksa kita untuk menganalisis dan berspekulatif membaca "sesuatu" itu.

3.pantulan menjauh/mendekat
Filosofinyanya adalah bila kita menjauhi sesuatu yang jauh itu dia akan jauh juga dan bila mendekat dia akan mendekat.Bila kadang sesuatu itu mendekat walau kita menjauh, hal itu karna ada sesuatu dalam diri kita yang belum kita lepas sehingga sesuatu itu masih mengdekat.Dengan menggunakan metode pantulan menyeluruh terhadap diri sendir kita akan tahu alasan mengapa dia menjauh atau mendekat.Contohnya, "aku" menjauhi si "aku" dalm diriku yang ternyata membuatku buruk.Tetapi "aku" masih nyaman dan terbiasa memiliki "aku" yang ada dalam tubuhku.Ini perlu perluasan pandangan, bisa dengan cara mencari "aku" yang lainnya hingga terbebas dari "aku" yang ada dalam diriku.

Filosofi cermin dapat dijadikan referensi dalm melihat suatu hal dan meinterprestasikan kedalam implementasi kehidupan sehari-hari.Dengan menggunakan reaksi yang tepat dalam menanggapi suatu hal, dan mengakumulasi kepekaan kita dengan lingkungan maupun diri sendiri.Mungkin ada juga yang mau mengembangkannya sehingga teori ini menjadi benar2 ilmiah.selamat mencoba.

untuk suko terus berkarnya brother....

Minggu, 11 Oktober 2009

Siapa Kita..???

Oke, topik perta gw yakni siapa kita.Coz, banyak banget tuh yang g sadar akan dirinya sendir siapa??apakah pembentukan pribadi kita murni dari pemikiran kita??atau hanya duplikat (imitasi) orang lain??oke dech.Kita bahas topik ini.

Baru tadi siang gw dikritik ma temen gw yang sibuk nyari jati diri, yang gw sok idealis lah.. apalah..its oke gw terima itu, soalnya gw suka dikritk n gw menikmatinya.Dari situ gw tertarik buat nulis masalah kepribadian dan mencari jati diri.

Dimulai dari Manusia.Manusia adalah mahluk yang dihasilkan dari hubungan sexsualitas dan dari pertarungan hormon waktu membuatnya.hahaha.dalam prespektif islam, manusia adalah mahluk yang dihukum dan dikeluarkan dari surga karena melanggar perintah.Dan tujuan diciptakan manusia adalah hanya beribadah kepada Allah semata.Hal itu juga karna manusia adalah khalifah (pemimpin) dunia, dia yang seharusnya ngerawat dunia.Klo ngrusak berti keluar dari kodratnya.

Selanjutnya kepribadian.Kepribadian adalah sifat hakiki yang membedakan kita dari orang lain.Biasanya sifat ini sangat unik dalam setiap masing2 manusia, karna daya tangkap dan pola pikir yang berbeda.Kepribadian orang di daerah panas sangat bertentangan dengan di daerah dingin.Dalam lingkup nyaman manakah yang akan mempengaruhi kita.Yakni lingkup dimana kita bisa meresap apa saja yang ada disekiling kita.Dari melihat lingkup lingkungan seseorang saja kita akan lebih tahu starting point karakteristik sesorang tersebut.So, sebelum nilai orang seperti apa liat dulu latarbelakang pembentukkannya..jangan asal dari tingkah dia.pamalik tuh..hehehe

Trus maslah manusia adalah mahluk peniru.Kebayang g kita waktu pertama kali oek oek langsung ditaruh dihutan, trus yang ngerawat kita para hewan.Kayak di pelem tarzan gitu,apakah kita tahu baik dan buru?apakah kita mengenal konsep Tuhan?apakah kita tahu bahasa manusia?so, semua yang menjadikan diri kita sekarang ini adalah dari hasil meniru para orang2 yang laihir duluan, yakni pascapengalaman.Kita makan pake tangan,berbicara, belajar, dan lainnya adalah dari proses meniru.Jadi klo dibilang "aku" adalah aku murni dia "pembohong".G ada yang murni, semua sudah terkontaminasi.Hingga pola pikir kita berjalan dan mencari apa yang cocok dengan kita atau tidak.Hal itu karna pengaruh tingkat pengetahuan kita.Saat kita menyatakan hal itu baik ataui buruk buat diri kita(termasuk bagian2 kepribadian orang lain) maka hal itulah yang nyaman kita gunakan.Jadi jangan sekonyong2 memvonis orang lain bodoh tau jelek perangainya maupun penampilannya,itu karna mereka nyaman.Ada beberapa yang memaksakan walau memang mereka tidak nyaman hal itu karna terpaksa semata.

Kebiasan juga merupakan faktor terpenting dalam membentuk kepribadian dan keyakinan seseorang.Dalam masyarakat sosial, kebiasaan terbentu karna kesamaan pola pikir yang komunal dan hal itu lama2 menjadi kebiasaan bahkan menjadi hukum.Begitu juga dengan diri kita, kebiasaan kita akan sesuatu hal akan secara otomatis kita lakukan baik sadar maupun tidak sadar dan kadang kala kita menyakininya sebagai kebenaran.Contohnya, dapatkah anda mengklasifikasikan rasa ayam, buah2han secara detail.Padahal walaupun mata ditutup pun kita masih bisa tahu tu rasa ayam, tuh rasa anggur, dll.darena dari kecil kita melihat dan memakan sesuatu itu dengan sering, maka kita pun menyakini bahwa itulah rasanya, walau kita sulit untuk mendefinisikannya.Bayangkan apabila kita makan daging ayam dan ternyata rasanya bukan ayam kita pasti akan terkejut, dan apabila daging itu diberikan kepada anak balita maka dia tidak akan begitu terkejut karna dia belum meyakininya.Seperti kata anand, apa yang kita yakini hari ini belum tentu akan kita yakini suatu hari nanti apabila kita telah mengetahui kebenaran(ilmunya).Jadi apakah masih relevan kita mengatakan tidak mungkin atau salah apabila hal itu tidak sesuai dengan kebiasaan/keyakin kita maupun keyakinan masyarakat tanpa meninjau lebih dalam.Imposible is nothing, karna selalu ada kemungkinan,perkembangan adalah dinamis.

emm, kita langsung jha ke pembahasan terakhi.Jadi siapakah kita..?Sedikit ulasan diatas adalah mengingatkan kita jangan gegabah dalam memvonis diri sendiri ataupun orang lain.Kebenaran itu relatif, karena manusia adalah mahluk pemberi dan pengukur nilai. Semua harus dikaji ulang dengan melihat secara gamblang dan benar.Apakah kita Tuhan yang bisa memvonis dia salah atau benar?Dengan hal apa kita mempertanggung jawabkan argumen dan penilaian kita?Tapi disatu sisi lakukan yang kau percayai,ungkapkan yang kau ketahui.Selanjutnya jangan takut dikritik ataupun dihina.Iyu resiko dan cara kita berkembang.Apakah kita tahu kepribadian sapa saja yang telah di adopsi menjadi kepribadian kita?Tataplah cermin dalam2 dan ucapkan siapakah "aku" yang berada dalam diriku?Bukannya mencari jati diri yang sebenarnya kita tahu seperti apa kita ini.

Sabtu, 10 Oktober 2009

Out From My Head

Akhirnya, setelah vakum untuk melalang buana mencari apapun yang penting dan tak penting untuk didapatkan.Semua seakan menumpuk di kepala ini untuk segera dikeluarkan, walaup[un aq juga g tau apa "itu".Di depan monitor, hanya bisa memandang keyboard yang mulai menuangkannya.Segenap duka dan suka mulai kurasa indah, membiasakan dualitasnya dalam sebuah kenangan dan romantisme entah sampai kapan bisa ku ingat.

Inget setahun yang lalu, saat frustasi mengidap di kepala...mencari pelarian dan hal baru entah g tau mo kemana.Mungkin bisa disebut kebosanan dengan monotonnya hidup, g dinamis dan g evolution.Kehidupan yang jauh dari ideal ku sendiri.Hedon mungkin, walau kesenganan aq kurang nyaman.Seperti orang yang munafik, mungkin karna terdidik biasa2 ajha sejak kecil.aq lebih senang menghamburkan uang untuk membantu teman dari pada menuruti kesengan..yah walaupun g selalu begitu, yakni ada juga memanjakan badan ini.

Kesadaran akan tanggap mulai terlatih dengan melihat fenomena sekitar dan sistem yang ada, melalui pembelajaran intelektualitas tingkatan kesadaran kritis mulai terbentuk.Jiwa berontak dan jiwa bakar dalam diri juga mulai tumbuh dengan mulai beraninya angkat bicara dan take action apapun yang bisa dilakukan.Berjalan dan terus berkembang akupun menikmatinya.Setiap langkah selalu menantang utuk dilewati dan butuh keseimbangan dalam prosesnya.

Seperti kata temen kemaren, dalam hidup kita memerankan banyak peran, peran kepada kampus, orang tua , organisasi, dan masyrakat.Untuk itu kita harus seimbang dan konsisten menjalaninya.Apabila salah satu peran g bisa dijalani, hal itu dapat mengacaukan peran yang lain.Bahkan menguburnya hidup-hidup.Tapi hal itu sudah terlambat.Saat menjalani peran itu akulah yang sembrono dan g peduli adkan peran-peran yang lain, hingga salah satu peranlah yang harus ku kubur hidup-hidup.Seperti saat membangun rumah yang belum ku selesaikan dan aku meninggalkannya.

Frustasi dan frustasi ku jalani dalam beberapa hari, mulai dari cari jalan ini dan jalan itu tak kunjung berhasil.Kebencian akan diri sendiri muali tampak dalm cermin bayangan diri.Takut akan keluar dan menjajaki jalan pun pernah kurasakan.Hingga tak tahu apa yang harus ku perbuat.Saat hidup ini aku tak mempunyai karya untuk apa aku hidup, sindiran hati itu yang selalu mengiangi pikiranku.

Beruntung aku punya banyak teman yang bisa diajak berbagi dan mencari jalan keluar, mereka bilang aku dapat melanjutkan apa yang aku yakini dengan cara laen, tranformasi itu penting bagiku dan aku bisa melakukan itu.Untuk menghindari stagnasi dan terus dinamis.Yah, dinamisasi yang kucari dalam hidup, evolusi dan transformasi.Untuk saat ini itulah yang kuyakini.Terlepas dari semua cita-cita dan keingginan,serta jiwa berontak dalam diri aku menikmatinya.

setelah sekian lama memikirkan dalam-dalam pendapat yang ada, hari inilah aku mulai menulis dan menjadikannya sebagai kegiatan rutin dalam kesenjangan waktu.Seperti es campu ataupun pecel di warung emak, aku mernngkai dengan campuran dan tanpa perdulikan proses prosedural yang ada.seprti judul film freedom writer.