Kamis, 01 April 2010

century lagi....antasari lagi.....

menganalisa fenomena yg terjadi belakangan ini cukup menggelikan. isue yang berkembang didinamika masyarakat kita tendensinya kearah "birokrasi" yang notabenenya mayoritas masyarakatsendiri susah untuk menangkap dan memahaminya. Mengapa ini yang terjadi, bukan kapasitasnyatetapi sangat dipaksakan.Bolak-balik ganti chanel yang keluar dan selalu diexpose hanya century danantasari? yang lebih menggelikan obrolan masyarakat juga masalah itu,bukankah masih banyakpersoalan lain yang langsung menyentuh wilayah struktural masyarakat yang perlu mendapat perhatian. Televisi sebagai media masa yang paling mudah diakses seluruh manyasarat menjadi alat ampuh untukmembentuk dan menciptakan" opini publik,lalu hegemonillah yang terjadi. Telusur punya telusurmayoritas stasiun TV adalah milik orang2 birokrasi yang pastinya mempunyai kepentingan dalammemberikan tayangan maupun berita untuk masyarakat. Independensi semakin direduksikan ketitiknol.

Tak luput, kaum intelektual juga menyoroti hal serupa. aksi demonstrasi sebagai transformasi sepertiyg kita lihat juga menyoroti hal tersebut. Melihat dari kaca mata bawah,maka hal itu tidak perlu terlaluintens untuk dilakukan,karena menurut analis pribadi saya melihat keadaan kursi kekuasaan birokrasisemakin memanas dan moment ini menjadi ajang penjatuhan dan penaikan nama tokoh guna mencarisela kekuasaan. Serangan sesungguhnya ditujukan kepada publik,karena mereka sendiri sangat sadarbahwa dengan mempengaruhi publik kekuasaan bisa direbut.Entah apalagi setelah century dan antasri.

Meninjau hal lainyang lebih mengena lapisan struktural, masyarakat sepertinya lupa akan banyaknyakebijakan yang masih merugikan mereka. Ambil contoh tentang rencana "RUU Kepemilikan Property" dan "Food Estate" ditambah lagi tentang AC AFTA. Bukannkah dampaknya akan sangat mempengaruhinilai kerja masyarakat bawah. mayoritas masyarakat butuh sebuah pembelajaran lagi tentangpentingnya partisipasi terhadap negara dengan mempengaruhi setiap kebijakan yang selaluberhubungan dengan mereka. Yang saya takutkan apabila fenomena yang di expose di televisi semakinmembuat ambiguitas presepsi publik hingga mereka tidak kuat menganalisis secara rasional isu yang berkembang ( century dan maslah birokrasi lainnya yang masyarakt rendah "mayoritas" tidak bisamemahminya) maka apatisme akan tercipta juga terhadap isue2 lain walalupun hal itu menyangkutatau untuk mereka. Dan dengan mudah mereka mengatakan "itu urusan negara bukan urusanku".

disini perlu diperjelas apakah itu "negara" yakni sebagai kesatuan hubungan yang merangkumwilayah,masyarakat dan sekaligus pemerintahannya dan terjalin inheren seca timbal balik. danmasyarakat adalah negara. seperti yang diungkapkan JJ. Rosseu dalam "kontrak sosial" apabilasebuah masyarakat yang tidak lagi memikirkan negaranya yakni memisahkan dari kepentinganpolitiknya sebagai warga negara maka negara tersebut sebenarnya telah "hilang".

Disini juga saya berusaha menyikapi fungsi LSM yang seharusnya dapat memberikan sosialisasi kepadapublik dan menjadi pelindung publik.Ditambah lagi fungsi dan peran dinas sebagai penyuluh yang dirasa sangatlah kurang (melihat realitas yang ada,masyarakat mayoritas kurang mengerti). mungkinharapan yang bisa dilakukan dengan peran kaum intelektual untuk membantu transformasi sosialnyakearah struktural yakni membangkitkan kesadaran mereka akan fungsi dan peran politiknya diranahbirokrasi.Saya rasa, apabila banyak masyarakat yang sudah paham,maka negara ini bisa dibanggakansebagai "negara yang kaya akan sumber alam dan manusia yang progresif". demokrasi representatifjuga akan memberikan ruang partisipatoris secara inklusif antara penguasa dan rakyat. korupsi jugatentunya adakan terhempas ketitik nol bila keintelektualan masyarakat telah berkolaborasi dengankeberaniannya.

dari sedikit penjelasan sudah tentu bisa dilihat bhwa isu yang berkembang juga pastilah melewatitahap konspirasi politik atas. Teliti lebih lanjut, dalam isu tersebut sensasi baru sering muncul danseperti mudah untuk dibuat. Apkah menjamin apabila uang dari kasus century itu nantinya juga pastibenar2 digunakan untuk rakyat? dan mereka yang berada di layar kaca dengan mudah bilang "inisuara rakyat", rakyat yang mana??? mereka ngerti g yang terjadi??ada apa dibalik fenomenaini??itu;lah yang perlu disikapi??ambiguitas yang tercipta harus dipatahkan lewat pemahaman analisismendalam.tidak hanya aksi reaksioner,tetapi lebih pada refleksi dengan melihat kajian empiris dandialektika sosial yang terbentuk.semoga bermanfaat.

*sebuah opini "



Tidak ada komentar:

Kamis, 01 April 2010

century lagi....antasari lagi.....

menganalisa fenomena yg terjadi belakangan ini cukup menggelikan. isue yang berkembang didinamika masyarakat kita tendensinya kearah "birokrasi" yang notabenenya mayoritas masyarakatsendiri susah untuk menangkap dan memahaminya. Mengapa ini yang terjadi, bukan kapasitasnyatetapi sangat dipaksakan.Bolak-balik ganti chanel yang keluar dan selalu diexpose hanya century danantasari? yang lebih menggelikan obrolan masyarakat juga masalah itu,bukankah masih banyakpersoalan lain yang langsung menyentuh wilayah struktural masyarakat yang perlu mendapat perhatian. Televisi sebagai media masa yang paling mudah diakses seluruh manyasarat menjadi alat ampuh untukmembentuk dan menciptakan" opini publik,lalu hegemonillah yang terjadi. Telusur punya telusurmayoritas stasiun TV adalah milik orang2 birokrasi yang pastinya mempunyai kepentingan dalammemberikan tayangan maupun berita untuk masyarakat. Independensi semakin direduksikan ketitiknol.

Tak luput, kaum intelektual juga menyoroti hal serupa. aksi demonstrasi sebagai transformasi sepertiyg kita lihat juga menyoroti hal tersebut. Melihat dari kaca mata bawah,maka hal itu tidak perlu terlaluintens untuk dilakukan,karena menurut analis pribadi saya melihat keadaan kursi kekuasaan birokrasisemakin memanas dan moment ini menjadi ajang penjatuhan dan penaikan nama tokoh guna mencarisela kekuasaan. Serangan sesungguhnya ditujukan kepada publik,karena mereka sendiri sangat sadarbahwa dengan mempengaruhi publik kekuasaan bisa direbut.Entah apalagi setelah century dan antasri.

Meninjau hal lainyang lebih mengena lapisan struktural, masyarakat sepertinya lupa akan banyaknyakebijakan yang masih merugikan mereka. Ambil contoh tentang rencana "RUU Kepemilikan Property" dan "Food Estate" ditambah lagi tentang AC AFTA. Bukannkah dampaknya akan sangat mempengaruhinilai kerja masyarakat bawah. mayoritas masyarakat butuh sebuah pembelajaran lagi tentangpentingnya partisipasi terhadap negara dengan mempengaruhi setiap kebijakan yang selaluberhubungan dengan mereka. Yang saya takutkan apabila fenomena yang di expose di televisi semakinmembuat ambiguitas presepsi publik hingga mereka tidak kuat menganalisis secara rasional isu yang berkembang ( century dan maslah birokrasi lainnya yang masyarakt rendah "mayoritas" tidak bisamemahminya) maka apatisme akan tercipta juga terhadap isue2 lain walalupun hal itu menyangkutatau untuk mereka. Dan dengan mudah mereka mengatakan "itu urusan negara bukan urusanku".

disini perlu diperjelas apakah itu "negara" yakni sebagai kesatuan hubungan yang merangkumwilayah,masyarakat dan sekaligus pemerintahannya dan terjalin inheren seca timbal balik. danmasyarakat adalah negara. seperti yang diungkapkan JJ. Rosseu dalam "kontrak sosial" apabilasebuah masyarakat yang tidak lagi memikirkan negaranya yakni memisahkan dari kepentinganpolitiknya sebagai warga negara maka negara tersebut sebenarnya telah "hilang".

Disini juga saya berusaha menyikapi fungsi LSM yang seharusnya dapat memberikan sosialisasi kepadapublik dan menjadi pelindung publik.Ditambah lagi fungsi dan peran dinas sebagai penyuluh yang dirasa sangatlah kurang (melihat realitas yang ada,masyarakat mayoritas kurang mengerti). mungkinharapan yang bisa dilakukan dengan peran kaum intelektual untuk membantu transformasi sosialnyakearah struktural yakni membangkitkan kesadaran mereka akan fungsi dan peran politiknya diranahbirokrasi.Saya rasa, apabila banyak masyarakat yang sudah paham,maka negara ini bisa dibanggakansebagai "negara yang kaya akan sumber alam dan manusia yang progresif". demokrasi representatifjuga akan memberikan ruang partisipatoris secara inklusif antara penguasa dan rakyat. korupsi jugatentunya adakan terhempas ketitik nol bila keintelektualan masyarakat telah berkolaborasi dengankeberaniannya.

dari sedikit penjelasan sudah tentu bisa dilihat bhwa isu yang berkembang juga pastilah melewatitahap konspirasi politik atas. Teliti lebih lanjut, dalam isu tersebut sensasi baru sering muncul danseperti mudah untuk dibuat. Apkah menjamin apabila uang dari kasus century itu nantinya juga pastibenar2 digunakan untuk rakyat? dan mereka yang berada di layar kaca dengan mudah bilang "inisuara rakyat", rakyat yang mana??? mereka ngerti g yang terjadi??ada apa dibalik fenomenaini??itu;lah yang perlu disikapi??ambiguitas yang tercipta harus dipatahkan lewat pemahaman analisismendalam.tidak hanya aksi reaksioner,tetapi lebih pada refleksi dengan melihat kajian empiris dandialektika sosial yang terbentuk.semoga bermanfaat.

*sebuah opini "



Tidak ada komentar: