Minggu, 29 Januari 2012

Kejamnya Media Massa


Pernah nonton film The God Father? Film yang mengisahkan kegiatan Mafia dan segala kekuasaannya, bahkan media masa! Sejak adanya media masa, arus informasi sangatlah penting, bukankah dulu berkat media masa inilah semangat rakyat Indonesia berkobar dalam berbagai bentuk perjuangan dalam melawan penjajahan, bahkan media masa sangat membantu dalam penyebaran Proklamasi Indonesia. Media masa menangkap kebutuhan setiap manusia yang haus akan informasi, bukankah selama manusia hidup yang dilakukan adalah mencari dan berbagai informasi, sehingga existensi mereka selalu ada satu sama lain dalam ruang sosial. Namun, setiap manusia pun harus insyaf bahwa media juga ancaman terbesar manusia, karena dengan pengaruhnya yang sangat besar mereka tak dapat dipungkiri didalamnya menyimpan banyak kepentingan, baik kepentingan individu, kelompok, atau masyarakat luas. Seperti dalam cerita Don Corleone dalam The GodFather,  mereka juga sering memanfaatkan media masa demi kepentingannya. Dan sialnya adalah, media masa mengakomodir kepentingan bagi mereka yang mempunyai uang, sangat jarang ada media masa yang mengakomodir kepentingan rakyat dengan gencar, pasti dibaliknya ada kepentingan juga bagi individu atau kelompok. Tak heran, karena media masa pun adalah sebuah bisnis, sehingga apakah salah jika kita mempercayakan suatu “informasi” dari rumah bisnis media masa hari ini?

Selain itu, parahnya adalah, pusat informasi publik seperti media masa menjadi contoh publik juga. Tadi di televise ada berita menarik tentang anak umur 5 tahun yang sanggup merawat ibunya, dia mencuci, memberisihkan rumah, dan menyuapi ibunya yang sakit lumpuh. Publik menilai hal ini sebagai perilaku moril yang sangat tauladan, dan dapat menjadi penggugah hati, namun ada juga informasi lain yang diserap oleh penonton bahwa, “ternyata anak umur 5 tahun sudah dapat mengerjakan pekerjaan rumah, tidak hanya bermain”. Informasi ini dapat menjadi positif dan negative, negative jika para orang tua pun menginginkan anak-anaknya yang masih berumur 5 tahun untuk melakukan pekerjaan rumah akibat kemalesan orang tuannya.

Aku sering berpikir, media masa juga guru bagi segala penjahat di dunia. Bagimana tidak, saya rasa media masa itu terlalu vulgar, dalam sebuah berita tentang pembunuhan, media masa secara gampang dengan tidak merasa bersalah melaporkan bagaimana seorang korban dibunuh, diperkosa, dianiaya dengan segala rencana dan peralatanya, bukankah mereka adalah guru? Apakah salah jika ada pembantu yang sangat lugu dan polos dari kampung mendapat informasi bahwasana seorang pembantu bukanlah manusia yang harus berada dibawah majikan, bahkan pembantu pun dapat merampok, mencuri anak majikan, bahkan membunuh majikan seperti yang ditayangkan ditelevisi? Sehingga jika dia merasa sakit hati atau kecewa seperti dalam kesaksian pembantu ditelevisi maka diapun dapat melakukan hal yang sama, atau kasus lain adalah, apakah salah jika anak kecil mencoba melakukan pemerkosaan, mencuri, atau menganiaya temannya akibat media masa dengan maraknya menampilkan contoh nyata, bahkan dalam film animasi anak pun hal adegan anak kecil sudah diajarin bagaiamana menjalin hubungan asmara atau bagaimana menganiaya orang lain.
Jika media masa merupakan pusat informasi publik, seharunya ada etika dan peraturan ketat yang mengikat dan menjadikanya lebih sopan, beradap dan sadar akan posisinya yang sangat penting. Bagaimana media masa dapat mengkritik pemerintah jika mereka sendiri pun harus dikritik habis-habisan, sehingga dengan jelas dapat dilihat antara keterpihakan dan transparasi adalah beda tipis. Artinya, transparasi media masa juga harus mempunyai kontrol, bukan adegan atau informasi vulgar juga diberikan kepada masyarakat, jika informasi itu terkait masalah hak rakyat untuk tahu, sepertiisu pemerintahan dan negara maka dapat dapatlah media dengan detail “melukiskannya” dalam pemberitaan, namun adalah “sala kaparah” demi ratting media masa memberikan informasi yang dapat membentuk mentalitas menjadi seorang penjahat, seperti kata Bang Napi, kejahatan datang bukan saja karena niat, tapi juga kesempatan, dan segala informasi dari media adalah data yang siap digunakan.

Mayarakat secara umum layak dan berhak atas pemberitaan yang berkualiotas, artinya bersifat kontrukstif terhadap mentalitas seluruh genarasi, baik tua, muda, ataupun bocah. Apakah konstruktif jika ada pemberitaan orang/hewan dibunuh detail dengan gambar korban dan cara membunuhnya, apakah kontruktif jika ada pemberitaan “mesum” lengkap dengan adegannya, atau poenganiayaan lengkap dengan publikasi reka adegan, bahkan motivasi pribadi juga disorot. Jika dulu para orang tua kwatir dengan perkembangan mental anak-anaknya yang akan terganggu dengan acara film anak dengan adegan berkelahi yang dapat memacu anak-anaknya bersikap negative, maka sekarang orang tua dan bahkan setiap orang perlu mengkwatirkan satu sama lain. Apalagi televise, dimana indra penglihatan dan pendengar secara bersama-sama di gunakan, sehingga otak akan secara lambat untuk memberikan penilaian kritis terhdap apa yang dilihatnya. 

Rabu, 16 Maret 2011

Rencana vis a vis Kemalasan

Banyak orang di dunia ini yang hanya menjadi seorang pemikir tanpa melakukan sesuatu. Pemikir disini dalam artian bahwa dia hanya memikirkan dalam awang-awang tentang suatu hal, mungkin cita-cita atau apa yang akan dilakukan dihari esok. Tapi sadarkah bahwa hal itu hanyalah sebuah “rencana” dan sebuah rencana belum tentu terjadi sesuai dengan yang direncanakan. Dalam konteks ini maka saya akan mengajak saudara untuk membedakan apa yang disebut dengan rencana yang “benar-benar” rencana atau hanya sebuah sikap malas yang menunda kita untuk tidak melakukan sesuatu.

Mari kita mulai dari sebuah hal kecil, kita masuk ke kamar, lalu kita mendapati isi kamar yang benar-benar berantakan, di dalam otak kita sudah menerima pengetahuan tentang kamar yang berantakan, lalu kamar yang berantakan haruslah dibersihkan, kita sadar dan mengetahui hal itu, tapi dengan berbagai dalih kita tidak melakukannya, kita menunda dengan alasan lelah, bisa dikerjakan nanti, atau ini atau itu. Lalu rencana itu hanya sebuah rencana, kita tetap membiarkannya berantakan, kita malas, saat kita ingin melakukannya kita selalu disibukkan dengan acara baru, dan kamar pun semakin berantakan, semakin kotor, debu semakin banyak.

Menunda adalah adalah teman dari malas, malas lah yang membuat kita tidak bisa mengatur waktu secara baik, dan malaslah yang membuat diri kita semakin tidak tertata. Mungkin kita merasa sudah cukup baik dan mengerti akan diri kita dan tahu apa yang harus kita lakukan, lalu dengan bangga kita gunakan malas sebagai pembenaran untuk melindungi diri sendiri, untuk memberikan kenyamanan terhadap diri sendiri. Menggapa jika kita bisa melakukan sesuatu di detik ini juga kita harus menundanya, bukankah itu pemborosan waktu, dan saat kita melakukan pemborosan waktu berapa banyak hal yang seharusnya kita lakukan tetapi tidak kita lakukan?

Masalah yang pokok bukanlah pada hal itu akan dilakukan atau tidak, tetapi pada efektivitas dan waktu yang kita curahkan untuk hal itu. Itulah kerugian terbesar kita, banyangkan bila setiap waktu yang kita sia-siakan diakumulasikan, mungkin kita bias melakukan hal besar. Contoh diatas bisa diinterprestasikan kedalam banyak hal, baik dalam konteks tugas maupun dalam ide-ide yang akan kita lakukan. Seorang penulis tidak akan menghasilkan sebuah karya yang banyak jika dia hanya menunggu waktu dan suasana yang tepat untuk menulis, seorang pelukis tidak akan membuat sebuah lukisan yang elok jika dia jarang melukis lantaran menunggu waktu dan suasana yang tepat.

Setiap detik, setiap waktu kita memiliki rasa yang sering berubah-rubah, yang utama adalah bagaimana mengunakan rasa atau mood tersebut kedalam hal yang tepat atau mengekspresikan setiap rasa dalam diri menjadi hal yang positif. Sebagai contoh, jika seorang penulis sedang marah maka dia menggunakan kemarahan tersebut untuk menulis, dan hasil tulisannya itulah dia bisa belajar bagaimana memahami dirinya. Tapi memang tidak semua rasa atau keadaan hati bisa diterapkan dalam banyak konteks, hal itu perlu dipilah-pilah, apabila keadaan hati tersebut malah dapat memperkeruh keadaan maka dia dapa menyalurkannya kedalam hal lain, hal yang dapat mengakomodir emosinya kedalam bentuk positif.

Kembali ke pembahasan awal tentang apa itu rencana yang benar-benar rencana atau rencana yang hanya karena malas. Dari sedikit pembahasan diatas maka sedikitlah tergambar akibat rencana karena malas, suasana hati yang tidak menentu juga mempengaruhi perilaku kita. Pada dasarnya hal itu lumrah dan wajar, tetapi tidaklah wajar jika sebagai manusia kita tidak pernah belajar dari kesalahan-kesalahan. Kesalahan juga termasuk dalam lingkup akibat malas, malas membuat kita tidak melaukan sesuatu-saat kita tidak melakukan sesuatu kita menyia-nyiakan atau mengorbankan hal lainnya-hal itu menyebabkan penyesalan-akhirnya itu juga dalam kesalahan. Lalu, apakah bila kita pada saat ini bisa melakukan sesuatu karena kekosongan waktu kita tetapi kita membuatnya menjadi sebuah rencana yang akan kita lakukan maka hal tersebut lebih cocok dibilang kemalasan atau rencana?

Untuk lebih memperjelas maka definisi rencana menurut saya adalah suatu hal yang akan kita lakukan sesuai dengan perhitungan dan tahap-tahap yang matang dan membutuhkan waktu untuk mencapai hal itu sehingga kita segera dapat menyiapakan segala sesuatu yang terkait atau mendukung rencana tersebut. Contohnya, seorang mahasiswa memiliki rencana untuk membeli rumah sendiri 2 tahun lagi, maka sejak dini dia menyiapkan segala sesuatu untuk mendukung rencananya tersebutm mulai dari tabungan, kerja part time atau bisnis yang bisa dia lakukan.

Manusia sebagai makhluk yang berakal pastilah mempunyai banyak ide di dalam pikirannya tetapi manusia sebagai makhluk yang punya otoritas terhadap dirinya juga di bentrokkan pada pilihan bahwa apakah ide tersebut akan dia laksanakan atau tidak? Hal inilah yang sering menjadi kendala dan susah dilawan, sekali kita malas maka hal tersebut seperti candu yang terus mengejar dan menggerogoti kretivitas manusia. Bahkan jika ada ide dari orang lain yang sebenarnya dalam otak kita meyakini bahwa ide tersebut benar-benar bisa kita laksanakan dan benar-benar bagus untuk dilaksanakan maukah kita meluangkan sedikit daya dan upaya untuk melaksanakan, atau kita terperangkap dalam box malas yang terus menerus menjerat kita.

Bila ada orang gila memberitahukan kepada anda bahwa sekitar 10 meter dari tempat anda berdiri ada sebuah koin emas apakah anda akan meluangkan waktu sejenak untuk sekedar melihatnya, walaupun informasi tersebut berasal dari orang gila yang kacau otaknya? Mungkin bisa dibilang bodoh dan lebih bodoh dari orang gila bila kita mencari informasi yang berasal dari orang gila, tetapi coba pikir, apakah ada salahnya kita sekedar berjalan 10 meter kedepan untuk melihat kebenarannya, bila itu benar ya kita beruntung, tapi bila hal itu salah, toh apa ruginya? Itung-itung kita olahraga. Intinya tak ada yang rugi bila kita mencoba untuk berusaha, rugi atau tidak itupun tergantung bagaimana kita menyikapinya, lalu apa yang harus ditunggu, dan apa yang harus ditunda untuk melakukan suatu hal jika kita memang benar-benar mampu untuk melakukannya, walau ide itu tidak berasal dari diri sendiri, bahkan dari orang gila sekalipun, bukan sikap malas untuk membenarkan segala ketertundaan. Jangan biarkan suatu hal menjadi “rencana” jika hal tersebut bisa langsung dikerjakan.

Rabu, 02 Februari 2011

Arti dari “Nilai”



Dalam tulisan ini maka saya ingin mendiskusikan sebuah “nilai”, yakni seberapa penting nilai bagi manusia? Yakni bagaimana sebuah nilai sangat mempengaruhi dinamika sosial kita? Sebelum kita mulai, ada sebuah kisah lucu yang patut di baca sebagai awal bahasan ini :
Joni adalah anak yang sangat baik, dia selalu menolong teman-temannya bila membutuhkan, senyum selalu melekat dalam dirinya, tak heran jika semua teman-temannya sangat menyayanginya. Suatu hari dia jatuh cinta pada seorang gadis bernama Selly, semua teman-temannya bersatu untuk membantunya dalam segela hal demi mendapatkan Selly, Apa yang Selly minta kepada Joni selalu dituruti demi membahagiakan dan menyenangkan hatinya, Selly pun terlihat antusias dan manis kepada Joni. Suatu hari Joni datang dengan muka murung, temannya heran mengapa hal ini bisa terjadi, diungkapkannya dia kecewa kepada Selly, hatinya sudah hancur akibat beberapa kali ditolak cintanya, lalu hatinya semakin hancur saat Selly malah berpacaran dengan Teddy, yakni orang yang sering diceritakan Selly dengan kesal karena Teddy suka memaksa dan egois, juga sikapnya yang kasar.
Kemudian untuk selanjutnya ada cerita lain seperti ini :
Sebuah perusahaan mengadakan wawancara penerimaan calon pegawai muda untuk menjadi karyawan di perusahaannya yang sudah cukup terkenal, lalu Joni dan Teddy mengikuti wawancara tersebut. Joni dengan ramah memasuki ruangan, tak lupa senyum selalu menghiasi mulutnya, dengan rendah hati dan sopan Joni menjawab pertanyaan-demi pertanyaan, “Apakah Anda menerima segala peraturan yang diberikan perusahaan kami seperti yang sudah saya terangkan?” Tanya pewawancara, “Ya, saya terima dengan rendah hati pak” Jawab Joni dengan tersenyum lebar, “Lalu Anda siap kami tugaskan di bagian mana saja?” Tanya pewawancara kembali. “Ya, saya sudah mempertimbangkan, karena saya yakin bapak lebih tahu dimana saya harus ditempatkan” Jawabnya dengan rendah hati dan sopan. Lalu giliran Teddy memasuki ruangan, dengan cepat dia menduduki kursi, matanya menatap tajam seperti menantang setiap pertanyaan yang akan di berikan oleh pewawancara. Dengan tegas dan tanpa berpikir panjang dia menjawab pertanyaan si pewawancara. “Apakah Anda menerima segala peraturan yang diberikan perusahaan kami seperti yang sudah saya terangkan?” Tanya pewawancara, “Maaf Pak, tapi tapi bapak juga belum menjelaskan sanksi untuk yang melanggar peraturan tersebut, lalu sejauh mana hak karyawan bila sanksi dirasa kurang adil, ini perlu bagi saya, sehingga saya tidak bekerja diperusahaan yang salah” jawabnya Teddy dengan tegas, sekejap para pewawancara saling berpandangan heran dan menjelaskan apa yang diminta oleh Teddy, lalu pertanyaan selanjutnya seperti halnya yang ditanyakan ke Joni, “Apakah anda siap kami tempatkan di bagian mana saja sesuai kebijakan kami?” tanya pewawancara dengan nada agak tinggi, “Tidak pak, saya hanya akan bekerja sebagaimana keahlian saya, bila saya rasa pekerjaan itu bukan bidang saya untuk apa saya menerimanya karena hanya akan merugikan perusahaan juga, bila perusahaan memberikan saya bagian yang sesuai bidang saya pun saya akan mematok gaji saya, karena yakin saya mampu menguntungkan perusahaan ini, dan itu harga yang pantas buat saya” Jawab Teddy layaknya berpidato di depan muka umum. Para pewawancara hanya terdiam memandangnya, kemudian tersnyum dan mempersilahkan Teddy untuk keluar dan menunggu pengumuman. Setelah selang satu minggu maka di dalam pengumuman tertulis Teddy diterima sebagai kepala bagian dan Joni sebagai staff bawahannya.
Pada kedua cerita diatas maka dapatkah kita mengambil pelajaran sebagai refleksi kedalam pola pikir kita, dimana peran sebuah “nilai” menjadi factor penting untuk mewujudkan keinginan. Mari kita meliaht dari kasus pertama, yakni kenapa Joni yang terkenal baik dan selalu menuruti perintah Selly malah tidak mendapatkan cintanya, malah Teddy yang mempunyai karakter sebaliknya. Apakah nilai Teddy lebih tinggi daripada Joni? Secara jujur saya jawab iya, dengan sikapnya yang egois dan pemaksa maka dia memiriki peran lebih besar hingga dapat membuat hati Selly terusik, dan bahkan keterusikannya memaksa Selly untuk selalu menceritakan perihal tentang Teddy di depan Joni. Teddy tunduk dan merasa lebih daripada Selly, sehingga diapun berbuat semaunya kepada si Selly, saat menyadari dirinya semakin lemah dan tidak dapat berbuat banyak maka Selly pun hanyut kepada Teddy. Berbeda lagi dengan Joni, dia terlalu penurut sehingga dia menyingkirkan rasa egoya, harga dirinya, bahkan menjadi penurut di hadapan Selly untuk mendapat perhatiannya. Saat inilah dia mulai kehilangan kepercayaan dirinya bahwa dia seharusnya dapat perhatian Selly dengan sikap apapun, tanpa memberikannya barang, tanpa menuruti semua omongannya. Saat rasa takut datang dan kepercayaan diri hilang maka yang terjadi nilai dia pun semakin berkurang.

Dalam cerita kedua sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang pertama, tapi bila yang pertama kita mendiskusikannya dalam percintaan maka ini dalam dunia kerja. Wawancara kerja adalah proses awal seorang pewawancara melihat calon karyawan, saat inilah akan terlihat bahwa orang yang sangat menghargai pekerjaannya adalah orang yang sangat menghargai dirinya. Joni masih saja dalam ketakutannya, yakni dia sangat yakin pada oranglain tanpa yakin pada dirinya sendiri, dia membiarkan dirinya di control oleh orang lain tanpa dia tahu bagaimana dirinya sendiri. Sedangkan Teddy sebaliknya, dia sangat menghargai dirinya sendiri sehingga dia dengan tidak peduli menayakan dan meminta kepastian system yang akan dia masuki, bila sesuai maka dia akan memasukinya bila tidak maka dia lebih baik keluar atau tidak memasukinya karena hanya akan memberikan beban mental pada dirinya dan hanya akan merugikan dirinya juga perusahaan jika dia bekerja asal-asalan dan penuh tekanan.

Lalu, apa yang kita ketahui tentang arti sebuah “nilai”? Nilai adalah pandangan seseorang terhadap suatu hal sehingga dia bisa memberikan penilaian atau ukuran berdasarkan pengetahuannya. Ada banyak cara dalam meningkatkan sebuah nilai, seperti contoh yakni bagaimana meningkatkan nilai sebuah apel? Mengapa apel yang sama tetapi yang satu di jual di pinggir jalan dan yang satunya dijual di sebuah Hypermarket mempunyai perbedaan harga yang tinggi, padahal rasa dan asal apel itu adlah sama. Itulah yang disebut penambahan nilai, lalu aplikasi terhadap diri sendiri bagaimana?

Ada hal mendasar sebelum seseorang meningkatkan sebuah nilai adalah dengan meningkatkan kepercayaan diri dan mereduksi rasa takut. Saat kita melihat bahwa diri kita sangat berharga maka orang lain pun secara tak langsung akan menangkap energy kepercayaan diri kita dan meliaht kita sangat berharga. Ini berkaitan erat dengan meningkatkan potensi diri, tak ada manusia yang tak mempunyai potensi, semua orang berharga, tetapi yang menjadi persoalan adalah bagaimana meningktakan harga diri atau potensi diri. Sudah kita temukan bahwa cara pertama adalah peningkatan kepercayaan diri, yang kedua adalah peningkatan kualitas diri, sperti contoh apel tadi, bila di samping jalan maka apel itu tergletak begitu saja, kotor terkena debu, sedangkan di Hypermarket apel tersebut diberi cap, dibersihkan secara higenis. Itulah kualitas diri, yakni bagaimana kita dapat meningkatkan segla kemampuan diri secara maksimal sehingga kita akan lebih bernilai di mata orang. Orang yang bernilai orang yang selalu dicari dan dibutuhkan oleh orang lain! Lalu pertanyaannya adalah, siapa kita sehingga kita layak untuk dicari atau diminta bantuan oleh orang lain? Apakah kita cukup mempunyai skill  dalam bidang tertentu sehingga kita sangat yakin bahwa kita sangat berkompeten dalam hal itu.

Banyak orang diluar sana yang sangat memperdulikan dan memperhatikan orang lain tanpa melihat dan meperhatikan diri sendiri, mereka lupa untuk mengembangkan segenap potensi dalam diri sehingga mereka pun menjadi sangat layak untuk diperhatikan. Pernah aku diberitahu teman bahwa dia tidak dapat dirubah, bahwa itulah dirinya, dengan sikapnya yang pengecut, penakut, wawasan seperti layaknya takdir yang harus dibawanya sampai mati. Tapi itu bukanlah jawaban, itu adalah “menyerah” pada sesuatu yang kita tidak tahu pasti apa itu, mungkin orang sering bilang keadaan, tapi keadaan yang mana? Bukankah suatu keadaan bisa berubah kapan saja. Ingatlah bahwa proses masih berlanjut, dan sebagai manusia yang normal selayaknya kita insaf dan belajar, belajar adalah keluar dan menelanjangi diri kita menuju suartu yang baru, bukankah apa yang kita percayai hari ini tidak akan percayai bila kita sudah dapat melihat kebenaran yang tersembunyi di baliknya. Mengapa kita sibuk mengagumi orang lain tetapi tidak pada diri sendiri? Karena kita merasa kurang mampu,dan mengapa kita kurang mampu? Karena kita belum belajar atau tidak mau belajar.

Semua orang adalah unik, dan semua orang adalah sama yakni setiap manusia sama mempunyai otoritas akan dirinya dan mempunyai pilihan untuk menjadikan dirinya seperti apa dan bagaimana. Dari kecil kita sudah diajari tentang takut, yak takut memang seringkali berguna untuk melindungi diri kita, tetapi tempatkanlah rasa takut pada hal yang sewajarnya karena ketakutan itu sendiri tidak perlu ditakuti hanya karena ketakutan itu belum berakibat sesuatu pada diri kita.

Selanjutnya sebelum menutup pembahasan ini ada point penting yang harus kita ketahui, disini saya akan mengambil dari sebuah filosofi local yang mengatakan, saat kita akan melakukan sesuatu maka “beranilah” bukan “nekad” karena berani berarti kita mempunya landasan atau bekal yang menjadi alasan kuat dan keyakinan bahwa kita bisa melakukannya dengan baik dan benar, berbeda dengan nekad, dimana kita melakukan sesuatu tanpa memikirkan batasan diri dan efek yang ditimbulkannya. Semoga kita semua dapat saling belajar dan lebih meningkatkan nilai untuk menikmati hari-hari kita dengan senyum dan bahagia.

Senin, 31 Januari 2011

Kawan-Lawan

Dalam dinamika kehidupan kita sering sekali dibentrokan oleh yang namanya “kepentingan”. Kepentinganlah yang bisa merubah sesuatu 1800, seperti halnya kawan dengan sekejap pun bisa berubah menjadi lawan. Hal seperti ini sudah barang tentu pernah dirasakan oleh para pembaca, dalam kajian kali ini maka saya akan membedah masalah ini dan beberapa contohnya. Ok,tanpa banyak kata, mari kita mulai.
Bila merujuk pada pendapat Aristotelles maka manusia adalah zoon politicon, yakni manusia adalah mahluk politik dalam arti yang murni. Sebelum membahas hal ini lebih baik kita telusuri dulu apa arti dari politik. Politik berarti seni, seni disini berarti sebuah cara untuk melakukan sesuatu dengan melihat kondisi dan situasi yang ada, yakni bagaimana seseorang dapat menempatkan dirinya dalam suatu dinamika. Kembali ke konsep “manusia politik” maka dapat diartikan bahwa manusia adalah mahluk sosial yang hidup dalam dinamika sosialnya dan mempunyai peran di dalamnya. Dalam menjalankan perannya sebagai manusia, maka akan banyak bentrokan-bentrokan sehingga manusia harus mempunyai batasan untuk mengikat perilaku dan tidak merugikan yang lainnya, inilah yang disebut “etika”, yakni landasan tingkah laku seseorang dalam hal atau konteks tertentu.
Etika inilah yangs sering kali dilanggar demi memenuhi hasrat pribadinya yakni “ego”, tapi dalam hal ini pemberian label ego terlalu sempit, karena pada dasarnya setiap manusia mempunyai ego, maka dalam konteks ini, pelanggaran terhadap etika sosial bisa kita namakan “ultra ego” atau ego yang berlebihan. Dalam suatu hubungan sosial, maka manusia selalu mempunya kepentingan, hal inilah mengapa Khalil Gibran menyatakan bahawa “tak ada teman sejati, yang ada hanya kepentingan”. Ini penting perlu dicermati secara bijak, kepentingan adalah hal yang sangat manusiawi, karena setiap manusia mempunyai kepentingan, tetapi kepentingan seperti apakah yang diamaksud, yakni apakah kepentingan tersebut akan memepengaruhi kepentingan orang lain sehingga mereka merasa dirugaikan atau tidak, maka etika adalah kuncinya. Dengan batasan dan landasan berperilaku seseorang akan terlindungi dan melindungi satu sama lain, lalu kehamonisan akan terwujud dalam kesadaran sosialnya.
Ada satu sifat yang sering disalah artikan oleh seseorang, yakni kompetisi. Kadang dalam kompetisi orang akan susah membedakan mana yang seharusnya menjadi saingan atau mana yang bukan, sifat berkompetisi ini sangat mendasar, seseorang akan berkompetisi untuk meningkatkan existensinya, baik disadari atau tidak existensi menjadi kebutuhan dasar manusia hari ini. Seperti contoh, sering kita melihat persahabatan hancur akibat perebutan terhadap seorang wanita yang dipuja bersama-sama, senyatanya dala hal ini adalah etika yang dilanggar, mereka bilang ini adalah sportifitas, dan saat kompetisi seperti ini dilakukan dan etika pergaulan (persahabatan) dilanggar maka kehancuran dapat terjadi kapan saja. Bahkan rivalitas juga bisa terjadi tidak dalam perebutan seseorang, tetapi juga perasaan yang inferior terhadap seseorang yang superior juga menjadi alasan seseorang unutk berkompetisi, bahkan dia sengaja menggunakan soft oppurtunity untuk merongrong existensi orang yang dianggapnya lebih superior, hal ini terjadi bila seseorang membutuhkan penghargaan yang lebih tinggi dari orang lain tanpa “mengaca” mengapa dia tidak mendapatkan lebih. Perlu dipahami lebih lanjut antara ultra ego dan perasaan, yang sering sekali orang sulit untuk membedakan sehingga mereka tega menghancurkan satu sama lain, baik secara langsung maupun tak langsung.
Perasaan atau rasa adalah sebuah ekspresi dari hati yang muncul dengan sendirinya akibat adanya suatu kebutuhan yang hanya dipahami oleh perasaan itu sendiri dan menjadi kebutuhan bersama apabila rasa itu mendapat tempat yang benar, seperti jika kita melihat orang kesusahan maka ada iba dan ketertarikan untuk menolong, juga bila kita menemukan seseorang yang mengerti dan memahami satu sama lain dan menjadi pendamping dalam hidup. Selanjutnya adalah ultra ego, yakni dmana seseorang dengan menggebu-gebu dan reaksioner menempatkan emosinya untuk mewujudkan keinginan dan memunafikkan yang lain demi terwujudnya nafsu yang ada di otaknya. Seperti saat kita melihat ada perempuan cantik lalu kita tertairk untuk medapatkan cintanya dan memilki tubuhnya, ultra ego yang speerti ini lebih suka saya artikan sebagai “rasa sementara”. Tetapi dalam hal ini, orang sering bingung mengartikan antara ultra ego dan rasa akibat tidak bekerjanya otak secara sehat, mereka bila telah terkekang oleh nafsu maka tidak akan meperdulikan yang lainnya. Seperti contoh, pernahkah anda melihat ada teman atau seseorang yang saat mendekati perempuan dia sangat mengebu-gebu dan berantusias, tetapi setalah mendapatkannya dia malah cuek dan meninggalkannya, mereka bukannya tak ada rasa pada perempuan, hanya saja mereka bingung untuk mengexpresikan emosi mereka yang belum jelas, yakni anatra rasa sementara atau ultra ego atau sebuah rasa murni, dan saat hal itu terjadi yakni kebinguangan maka mereka dengan mudah bilang ternyata ini bukan perempuan yang mereka idamkan, rasa penasaran mereka telah hilang berganti rasa angkuh dan puas yang menghancurkan rasa si perempuan yang mulai tertanam.
Ok, bahasan selanjutnya dalam diskusi ini adalah kompetisi dalam existensi. Teringat kata mutiara dari seorang kawan bahwa, “tak ada satupun manusia yang mau existensinya diganggu, jadi berhati-hatilah dalam bergaul”. Apa sebenarnya existensi dan nilainya dalam sebuah dinamika sosial? Existensi adalah sebuah “keberadaan dan pengakuan” terdahap seseorang baik yang di akui oleh diri sendiri maupun oelh orang lain. Dengan sebuah existensi, orang akan dengan bangga menempatkan dirinya dalam suatu strata sosial tertentu, dan nilainya dalam dinamika sosial adalah sangat penting karena menyangkut “penghargaan”. Seperti contoh, bila ada kawan, lalu kita mengejeknya hingga dia benar-benar malu atau “mati karakter” dalam suatu kondisi maka itu berarti kita sudah menggangu existensinya, ini dapat berakibat buruk bila karakter kawa kita rusak, bisa menimbulkan dendam dan dia pun akan memberikan “label” tersendiri terhadap diri kita, bahwa kitalah yang telah membutanya begitu. Bnayk anak periang menjadi pendiam karena hal ini, yakni existensi dirinya diganggu dan membuatnya kehilangan jati diri atau kepercayaan diri. Sperti contoh lagi, pernah saya menggugat statement dosen pembimbing salah satu mata kuliah sehingga dia tak bisa berkata dan mealawan, ini berarti saya telah menggagu existensi dosen tersebut, alhasil, nilai saya pun mejadi kurang.
Selanjutnya, bicara existensi tak lepas dari bicara tentang “penghargaan”. Setiap orang membutuhkan penghrgaan dari orang lain atas dirinya untuk membangun dirinya ketarap yang lebih tinggi dalam strata sosial. Penghargaan sangat berbeda dengan pujian, bila pujian kita secara langusng, tetapi penghargaan lebih luas, yakni langusng dan tak langsung. Mendengarkan kawan bicara dengan baik adalah salah satu penghargaan, memberikan tanggapan yang sopan terhdapa statement seseorang juga merupakan penghargaan, dan masih banyak lagi cakupannya. Penghargaan sangat penting sebagai apresiasi terhdapa existensi seseorang dan bila kita percaya pada hukum timbal-balik, maka saat kita menghargai orang lain niscaya orang lain juga akan memberikan penghargaan terdahap diri kita, bahkan lebih.
Ok, sedikit pembahasan diatas sekiranya dapat membantu kita untuk lebih mengolah diri secara lebih baik, yakni dengan berlandaskan etika kita akan lebih memupuk tali pertemanan menjadi persahabatan, dan persahabatan menjadi persaudaraan, bukan sebaliknya. Kawan-lawan pada dasarnya adalah pilihan, yakni bagaiamana cara kita memperlakukan seseorang, bahkan lawan pun dapat menjadi kawan jika kita dapat mengolahnya dengan baik. Semoga, kita dapat menikmati hari-hari kita dengan lebih berarti dan dengan mempererat silahturahmi.

Selasa, 13 Juli 2010

Untuk Sahabat

Untuk Sahabatku
Engkau mengenalku
Lebih dari setiap orang
Lebih dari saudaraku
Lebih dari kedua orang tuaku

Untuk Sahabatku
Bukankah kita saling berbagi rahasia
Bukankah kita saling bangkit bersama
Dan kita angkuh dengan setiap cobaan

Untuk Sahabatku
Ingatkah kalian dengan cangkir ini
Yang selalu terisi dengan kehangatan
Kita saling bersulang kebebasan

Untuk Sahabatku
Taukah kadang aku membenci kalian
Aku muak pada kalian
Aku menikmati kebencian ini seperti rokok
Kemuakan ini seperti kopi
Sangat nikmat....
Kita selalu bergantung satu-sama lain
Itulah keindahan
Itulah kekuatan

Untuk Sahabatku
Ingatkah kegilaan kita
Ingatkah kebijaksanaan kita
Ingatkah pengorbanan kita
Seperti batu kadang kita keras
Seperti sutra kadang kita lembut
Seperti onta kadang kita tolol

hahahaha....

Ingatlah mereka menertawakan kita
Ingatlah mereka menyepelekan kita
Ingatlah ucapan cacimaki mereka
Lalu kita jadikan obrolan diwaktu senggang
Dengan tertawa--dengan bahagia
Karena kita tak menyedihkan seperti mereka

Untuk Sahabatku
Pukullah aku sekuatmu
Karna ku yakin itu demi kehormatanku
Demi kesadaranku

Untuk Sahabatku
Mari bersulang sampai mati
Karena cangkir ini khan selalu terisi

Sabtu, 10 Juli 2010

Pemaknaan

Langkah terus melaju menuju hal baru
Yang lalu semakin beralu seiring waktu
Bahkan terlupakan menjadi sampah cerita baru

Apa yang bisa diharapkan dari perkenalan
Jika akhirnya kita saling melupakan
Apa yang bisa diharapkan dari perasaan
Jika kita hanya bisa menerima kesenangan
Dan kesedihan tercecer sebagai onggok yang tak bertuan
Hingga dia merayap menerkam dengan rasa menyakitkan

Setiap cerita mengalami pengulangan
Dalam ruang yang berbeda
Bukankah malam selalu datang menggantikan teriknya siang
Dan mereka tak pernah mendapatkan pemaknaan
Bahkan, benci menerima kenyataan

Lari adalah sebuah penghianatan
Terhadap hidup yang menuntut pendewasaan
Tak ada yang sia-sia bila pemaknaan menjadi kebiasaan
Tak ada kesedihan bila dengan iklas menerimannya

Dan "hey.."
Bukankah hidup tak lebih dari sekedar permainan
Bila gagal masih banyak kesempatan untuk mengulang
Ini permainan serius kawan, janganlah bermain-main dengan permainan ini
Setiap langkahmu penentu levelmu, lanjut atau berjalan ditempat
Butuh keberanian, butuh kebijaksanaan, butuh kedewasaan

Lalu banyak diantara mereka mengeluh kepada Tuhan
Kepada Kawan, Kepada semua
Sadarlah...mengeluh membuatmu lemah
Lalu mereka menyalahkan semua
Diri sendiri pun dihujat dengan mengerikan

Oh penyesalan tidak mendapatkan artinya
Untuk apa menyesal jika hanya lewat omongan
Bersikaplah tegar seperti benteng kokoh
Yakinlah semua hanya proses untuk menjadi lebih berarti
Simpan air matamu hanya untuk kebahagiaan
Bukan kesedihan, bukan penyesalan yang tak lagi mempunyai makna dan pengharapan
Menjalani hidup dengan penuh keberanian

Kamis, 13 Mei 2010

kisah negriku

sebuah kisah lama
tentang negri yang indah
subur kekayaan alamnya
makmur sejahtera rakyatnya
aman sentosa dan bahagia

kini keadaan sungguh berbeda
rusak semua indahnya
diambil kesuburannya
rakyat tak lagi sejahtera
kacau balau keaadaanya

negriku yang malang
kau tak lagi tenang
tangismu setiap malam

indah bintang tak lagi menghiburmu
semilir angin tak mampu menenangkanmu

dimana ketegaranmu wahai negriku
dimana wibawamu wahai negriku
kini kau cengeng
kau sangat cengeng
tak berani melawan
hingga mereka seenaknya menginjak harga dirimu
kini kau kehilangan jati dirimu yang dulu

dimana kau selipkan pedangmu
jangan kau sembunyikan
biarkan aku didepanmu
membelamu
tak rela aku..
bila anakku nanti malu
bahkan melupakkanmu
berikan pedangmu padaku
jadilah tegar seperti dulu
kejayaanmu bahagiaku
kelemahanmu penderitaanku
menyatulah denganku
untuk wujudkan dunia baru

oh negri...
kau masih membisu
tapi aku yakin akan rencanamu
aku menunggu tandamu

Minggu, 29 Januari 2012

Kejamnya Media Massa


Pernah nonton film The God Father? Film yang mengisahkan kegiatan Mafia dan segala kekuasaannya, bahkan media masa! Sejak adanya media masa, arus informasi sangatlah penting, bukankah dulu berkat media masa inilah semangat rakyat Indonesia berkobar dalam berbagai bentuk perjuangan dalam melawan penjajahan, bahkan media masa sangat membantu dalam penyebaran Proklamasi Indonesia. Media masa menangkap kebutuhan setiap manusia yang haus akan informasi, bukankah selama manusia hidup yang dilakukan adalah mencari dan berbagai informasi, sehingga existensi mereka selalu ada satu sama lain dalam ruang sosial. Namun, setiap manusia pun harus insyaf bahwa media juga ancaman terbesar manusia, karena dengan pengaruhnya yang sangat besar mereka tak dapat dipungkiri didalamnya menyimpan banyak kepentingan, baik kepentingan individu, kelompok, atau masyarakat luas. Seperti dalam cerita Don Corleone dalam The GodFather,  mereka juga sering memanfaatkan media masa demi kepentingannya. Dan sialnya adalah, media masa mengakomodir kepentingan bagi mereka yang mempunyai uang, sangat jarang ada media masa yang mengakomodir kepentingan rakyat dengan gencar, pasti dibaliknya ada kepentingan juga bagi individu atau kelompok. Tak heran, karena media masa pun adalah sebuah bisnis, sehingga apakah salah jika kita mempercayakan suatu “informasi” dari rumah bisnis media masa hari ini?

Selain itu, parahnya adalah, pusat informasi publik seperti media masa menjadi contoh publik juga. Tadi di televise ada berita menarik tentang anak umur 5 tahun yang sanggup merawat ibunya, dia mencuci, memberisihkan rumah, dan menyuapi ibunya yang sakit lumpuh. Publik menilai hal ini sebagai perilaku moril yang sangat tauladan, dan dapat menjadi penggugah hati, namun ada juga informasi lain yang diserap oleh penonton bahwa, “ternyata anak umur 5 tahun sudah dapat mengerjakan pekerjaan rumah, tidak hanya bermain”. Informasi ini dapat menjadi positif dan negative, negative jika para orang tua pun menginginkan anak-anaknya yang masih berumur 5 tahun untuk melakukan pekerjaan rumah akibat kemalesan orang tuannya.

Aku sering berpikir, media masa juga guru bagi segala penjahat di dunia. Bagimana tidak, saya rasa media masa itu terlalu vulgar, dalam sebuah berita tentang pembunuhan, media masa secara gampang dengan tidak merasa bersalah melaporkan bagaimana seorang korban dibunuh, diperkosa, dianiaya dengan segala rencana dan peralatanya, bukankah mereka adalah guru? Apakah salah jika ada pembantu yang sangat lugu dan polos dari kampung mendapat informasi bahwasana seorang pembantu bukanlah manusia yang harus berada dibawah majikan, bahkan pembantu pun dapat merampok, mencuri anak majikan, bahkan membunuh majikan seperti yang ditayangkan ditelevisi? Sehingga jika dia merasa sakit hati atau kecewa seperti dalam kesaksian pembantu ditelevisi maka diapun dapat melakukan hal yang sama, atau kasus lain adalah, apakah salah jika anak kecil mencoba melakukan pemerkosaan, mencuri, atau menganiaya temannya akibat media masa dengan maraknya menampilkan contoh nyata, bahkan dalam film animasi anak pun hal adegan anak kecil sudah diajarin bagaiamana menjalin hubungan asmara atau bagaimana menganiaya orang lain.
Jika media masa merupakan pusat informasi publik, seharunya ada etika dan peraturan ketat yang mengikat dan menjadikanya lebih sopan, beradap dan sadar akan posisinya yang sangat penting. Bagaimana media masa dapat mengkritik pemerintah jika mereka sendiri pun harus dikritik habis-habisan, sehingga dengan jelas dapat dilihat antara keterpihakan dan transparasi adalah beda tipis. Artinya, transparasi media masa juga harus mempunyai kontrol, bukan adegan atau informasi vulgar juga diberikan kepada masyarakat, jika informasi itu terkait masalah hak rakyat untuk tahu, sepertiisu pemerintahan dan negara maka dapat dapatlah media dengan detail “melukiskannya” dalam pemberitaan, namun adalah “sala kaparah” demi ratting media masa memberikan informasi yang dapat membentuk mentalitas menjadi seorang penjahat, seperti kata Bang Napi, kejahatan datang bukan saja karena niat, tapi juga kesempatan, dan segala informasi dari media adalah data yang siap digunakan.

Mayarakat secara umum layak dan berhak atas pemberitaan yang berkualiotas, artinya bersifat kontrukstif terhadap mentalitas seluruh genarasi, baik tua, muda, ataupun bocah. Apakah konstruktif jika ada pemberitaan orang/hewan dibunuh detail dengan gambar korban dan cara membunuhnya, apakah kontruktif jika ada pemberitaan “mesum” lengkap dengan adegannya, atau poenganiayaan lengkap dengan publikasi reka adegan, bahkan motivasi pribadi juga disorot. Jika dulu para orang tua kwatir dengan perkembangan mental anak-anaknya yang akan terganggu dengan acara film anak dengan adegan berkelahi yang dapat memacu anak-anaknya bersikap negative, maka sekarang orang tua dan bahkan setiap orang perlu mengkwatirkan satu sama lain. Apalagi televise, dimana indra penglihatan dan pendengar secara bersama-sama di gunakan, sehingga otak akan secara lambat untuk memberikan penilaian kritis terhdap apa yang dilihatnya. 

Rabu, 16 Maret 2011

Rencana vis a vis Kemalasan

Banyak orang di dunia ini yang hanya menjadi seorang pemikir tanpa melakukan sesuatu. Pemikir disini dalam artian bahwa dia hanya memikirkan dalam awang-awang tentang suatu hal, mungkin cita-cita atau apa yang akan dilakukan dihari esok. Tapi sadarkah bahwa hal itu hanyalah sebuah “rencana” dan sebuah rencana belum tentu terjadi sesuai dengan yang direncanakan. Dalam konteks ini maka saya akan mengajak saudara untuk membedakan apa yang disebut dengan rencana yang “benar-benar” rencana atau hanya sebuah sikap malas yang menunda kita untuk tidak melakukan sesuatu.

Mari kita mulai dari sebuah hal kecil, kita masuk ke kamar, lalu kita mendapati isi kamar yang benar-benar berantakan, di dalam otak kita sudah menerima pengetahuan tentang kamar yang berantakan, lalu kamar yang berantakan haruslah dibersihkan, kita sadar dan mengetahui hal itu, tapi dengan berbagai dalih kita tidak melakukannya, kita menunda dengan alasan lelah, bisa dikerjakan nanti, atau ini atau itu. Lalu rencana itu hanya sebuah rencana, kita tetap membiarkannya berantakan, kita malas, saat kita ingin melakukannya kita selalu disibukkan dengan acara baru, dan kamar pun semakin berantakan, semakin kotor, debu semakin banyak.

Menunda adalah adalah teman dari malas, malas lah yang membuat kita tidak bisa mengatur waktu secara baik, dan malaslah yang membuat diri kita semakin tidak tertata. Mungkin kita merasa sudah cukup baik dan mengerti akan diri kita dan tahu apa yang harus kita lakukan, lalu dengan bangga kita gunakan malas sebagai pembenaran untuk melindungi diri sendiri, untuk memberikan kenyamanan terhadap diri sendiri. Menggapa jika kita bisa melakukan sesuatu di detik ini juga kita harus menundanya, bukankah itu pemborosan waktu, dan saat kita melakukan pemborosan waktu berapa banyak hal yang seharusnya kita lakukan tetapi tidak kita lakukan?

Masalah yang pokok bukanlah pada hal itu akan dilakukan atau tidak, tetapi pada efektivitas dan waktu yang kita curahkan untuk hal itu. Itulah kerugian terbesar kita, banyangkan bila setiap waktu yang kita sia-siakan diakumulasikan, mungkin kita bias melakukan hal besar. Contoh diatas bisa diinterprestasikan kedalam banyak hal, baik dalam konteks tugas maupun dalam ide-ide yang akan kita lakukan. Seorang penulis tidak akan menghasilkan sebuah karya yang banyak jika dia hanya menunggu waktu dan suasana yang tepat untuk menulis, seorang pelukis tidak akan membuat sebuah lukisan yang elok jika dia jarang melukis lantaran menunggu waktu dan suasana yang tepat.

Setiap detik, setiap waktu kita memiliki rasa yang sering berubah-rubah, yang utama adalah bagaimana mengunakan rasa atau mood tersebut kedalam hal yang tepat atau mengekspresikan setiap rasa dalam diri menjadi hal yang positif. Sebagai contoh, jika seorang penulis sedang marah maka dia menggunakan kemarahan tersebut untuk menulis, dan hasil tulisannya itulah dia bisa belajar bagaimana memahami dirinya. Tapi memang tidak semua rasa atau keadaan hati bisa diterapkan dalam banyak konteks, hal itu perlu dipilah-pilah, apabila keadaan hati tersebut malah dapat memperkeruh keadaan maka dia dapa menyalurkannya kedalam hal lain, hal yang dapat mengakomodir emosinya kedalam bentuk positif.

Kembali ke pembahasan awal tentang apa itu rencana yang benar-benar rencana atau rencana yang hanya karena malas. Dari sedikit pembahasan diatas maka sedikitlah tergambar akibat rencana karena malas, suasana hati yang tidak menentu juga mempengaruhi perilaku kita. Pada dasarnya hal itu lumrah dan wajar, tetapi tidaklah wajar jika sebagai manusia kita tidak pernah belajar dari kesalahan-kesalahan. Kesalahan juga termasuk dalam lingkup akibat malas, malas membuat kita tidak melaukan sesuatu-saat kita tidak melakukan sesuatu kita menyia-nyiakan atau mengorbankan hal lainnya-hal itu menyebabkan penyesalan-akhirnya itu juga dalam kesalahan. Lalu, apakah bila kita pada saat ini bisa melakukan sesuatu karena kekosongan waktu kita tetapi kita membuatnya menjadi sebuah rencana yang akan kita lakukan maka hal tersebut lebih cocok dibilang kemalasan atau rencana?

Untuk lebih memperjelas maka definisi rencana menurut saya adalah suatu hal yang akan kita lakukan sesuai dengan perhitungan dan tahap-tahap yang matang dan membutuhkan waktu untuk mencapai hal itu sehingga kita segera dapat menyiapakan segala sesuatu yang terkait atau mendukung rencana tersebut. Contohnya, seorang mahasiswa memiliki rencana untuk membeli rumah sendiri 2 tahun lagi, maka sejak dini dia menyiapkan segala sesuatu untuk mendukung rencananya tersebutm mulai dari tabungan, kerja part time atau bisnis yang bisa dia lakukan.

Manusia sebagai makhluk yang berakal pastilah mempunyai banyak ide di dalam pikirannya tetapi manusia sebagai makhluk yang punya otoritas terhadap dirinya juga di bentrokkan pada pilihan bahwa apakah ide tersebut akan dia laksanakan atau tidak? Hal inilah yang sering menjadi kendala dan susah dilawan, sekali kita malas maka hal tersebut seperti candu yang terus mengejar dan menggerogoti kretivitas manusia. Bahkan jika ada ide dari orang lain yang sebenarnya dalam otak kita meyakini bahwa ide tersebut benar-benar bisa kita laksanakan dan benar-benar bagus untuk dilaksanakan maukah kita meluangkan sedikit daya dan upaya untuk melaksanakan, atau kita terperangkap dalam box malas yang terus menerus menjerat kita.

Bila ada orang gila memberitahukan kepada anda bahwa sekitar 10 meter dari tempat anda berdiri ada sebuah koin emas apakah anda akan meluangkan waktu sejenak untuk sekedar melihatnya, walaupun informasi tersebut berasal dari orang gila yang kacau otaknya? Mungkin bisa dibilang bodoh dan lebih bodoh dari orang gila bila kita mencari informasi yang berasal dari orang gila, tetapi coba pikir, apakah ada salahnya kita sekedar berjalan 10 meter kedepan untuk melihat kebenarannya, bila itu benar ya kita beruntung, tapi bila hal itu salah, toh apa ruginya? Itung-itung kita olahraga. Intinya tak ada yang rugi bila kita mencoba untuk berusaha, rugi atau tidak itupun tergantung bagaimana kita menyikapinya, lalu apa yang harus ditunggu, dan apa yang harus ditunda untuk melakukan suatu hal jika kita memang benar-benar mampu untuk melakukannya, walau ide itu tidak berasal dari diri sendiri, bahkan dari orang gila sekalipun, bukan sikap malas untuk membenarkan segala ketertundaan. Jangan biarkan suatu hal menjadi “rencana” jika hal tersebut bisa langsung dikerjakan.

Rabu, 02 Februari 2011

Arti dari “Nilai”



Dalam tulisan ini maka saya ingin mendiskusikan sebuah “nilai”, yakni seberapa penting nilai bagi manusia? Yakni bagaimana sebuah nilai sangat mempengaruhi dinamika sosial kita? Sebelum kita mulai, ada sebuah kisah lucu yang patut di baca sebagai awal bahasan ini :
Joni adalah anak yang sangat baik, dia selalu menolong teman-temannya bila membutuhkan, senyum selalu melekat dalam dirinya, tak heran jika semua teman-temannya sangat menyayanginya. Suatu hari dia jatuh cinta pada seorang gadis bernama Selly, semua teman-temannya bersatu untuk membantunya dalam segela hal demi mendapatkan Selly, Apa yang Selly minta kepada Joni selalu dituruti demi membahagiakan dan menyenangkan hatinya, Selly pun terlihat antusias dan manis kepada Joni. Suatu hari Joni datang dengan muka murung, temannya heran mengapa hal ini bisa terjadi, diungkapkannya dia kecewa kepada Selly, hatinya sudah hancur akibat beberapa kali ditolak cintanya, lalu hatinya semakin hancur saat Selly malah berpacaran dengan Teddy, yakni orang yang sering diceritakan Selly dengan kesal karena Teddy suka memaksa dan egois, juga sikapnya yang kasar.
Kemudian untuk selanjutnya ada cerita lain seperti ini :
Sebuah perusahaan mengadakan wawancara penerimaan calon pegawai muda untuk menjadi karyawan di perusahaannya yang sudah cukup terkenal, lalu Joni dan Teddy mengikuti wawancara tersebut. Joni dengan ramah memasuki ruangan, tak lupa senyum selalu menghiasi mulutnya, dengan rendah hati dan sopan Joni menjawab pertanyaan-demi pertanyaan, “Apakah Anda menerima segala peraturan yang diberikan perusahaan kami seperti yang sudah saya terangkan?” Tanya pewawancara, “Ya, saya terima dengan rendah hati pak” Jawab Joni dengan tersenyum lebar, “Lalu Anda siap kami tugaskan di bagian mana saja?” Tanya pewawancara kembali. “Ya, saya sudah mempertimbangkan, karena saya yakin bapak lebih tahu dimana saya harus ditempatkan” Jawabnya dengan rendah hati dan sopan. Lalu giliran Teddy memasuki ruangan, dengan cepat dia menduduki kursi, matanya menatap tajam seperti menantang setiap pertanyaan yang akan di berikan oleh pewawancara. Dengan tegas dan tanpa berpikir panjang dia menjawab pertanyaan si pewawancara. “Apakah Anda menerima segala peraturan yang diberikan perusahaan kami seperti yang sudah saya terangkan?” Tanya pewawancara, “Maaf Pak, tapi tapi bapak juga belum menjelaskan sanksi untuk yang melanggar peraturan tersebut, lalu sejauh mana hak karyawan bila sanksi dirasa kurang adil, ini perlu bagi saya, sehingga saya tidak bekerja diperusahaan yang salah” jawabnya Teddy dengan tegas, sekejap para pewawancara saling berpandangan heran dan menjelaskan apa yang diminta oleh Teddy, lalu pertanyaan selanjutnya seperti halnya yang ditanyakan ke Joni, “Apakah anda siap kami tempatkan di bagian mana saja sesuai kebijakan kami?” tanya pewawancara dengan nada agak tinggi, “Tidak pak, saya hanya akan bekerja sebagaimana keahlian saya, bila saya rasa pekerjaan itu bukan bidang saya untuk apa saya menerimanya karena hanya akan merugikan perusahaan juga, bila perusahaan memberikan saya bagian yang sesuai bidang saya pun saya akan mematok gaji saya, karena yakin saya mampu menguntungkan perusahaan ini, dan itu harga yang pantas buat saya” Jawab Teddy layaknya berpidato di depan muka umum. Para pewawancara hanya terdiam memandangnya, kemudian tersnyum dan mempersilahkan Teddy untuk keluar dan menunggu pengumuman. Setelah selang satu minggu maka di dalam pengumuman tertulis Teddy diterima sebagai kepala bagian dan Joni sebagai staff bawahannya.
Pada kedua cerita diatas maka dapatkah kita mengambil pelajaran sebagai refleksi kedalam pola pikir kita, dimana peran sebuah “nilai” menjadi factor penting untuk mewujudkan keinginan. Mari kita meliaht dari kasus pertama, yakni kenapa Joni yang terkenal baik dan selalu menuruti perintah Selly malah tidak mendapatkan cintanya, malah Teddy yang mempunyai karakter sebaliknya. Apakah nilai Teddy lebih tinggi daripada Joni? Secara jujur saya jawab iya, dengan sikapnya yang egois dan pemaksa maka dia memiriki peran lebih besar hingga dapat membuat hati Selly terusik, dan bahkan keterusikannya memaksa Selly untuk selalu menceritakan perihal tentang Teddy di depan Joni. Teddy tunduk dan merasa lebih daripada Selly, sehingga diapun berbuat semaunya kepada si Selly, saat menyadari dirinya semakin lemah dan tidak dapat berbuat banyak maka Selly pun hanyut kepada Teddy. Berbeda lagi dengan Joni, dia terlalu penurut sehingga dia menyingkirkan rasa egoya, harga dirinya, bahkan menjadi penurut di hadapan Selly untuk mendapat perhatiannya. Saat inilah dia mulai kehilangan kepercayaan dirinya bahwa dia seharusnya dapat perhatian Selly dengan sikap apapun, tanpa memberikannya barang, tanpa menuruti semua omongannya. Saat rasa takut datang dan kepercayaan diri hilang maka yang terjadi nilai dia pun semakin berkurang.

Dalam cerita kedua sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang pertama, tapi bila yang pertama kita mendiskusikannya dalam percintaan maka ini dalam dunia kerja. Wawancara kerja adalah proses awal seorang pewawancara melihat calon karyawan, saat inilah akan terlihat bahwa orang yang sangat menghargai pekerjaannya adalah orang yang sangat menghargai dirinya. Joni masih saja dalam ketakutannya, yakni dia sangat yakin pada oranglain tanpa yakin pada dirinya sendiri, dia membiarkan dirinya di control oleh orang lain tanpa dia tahu bagaimana dirinya sendiri. Sedangkan Teddy sebaliknya, dia sangat menghargai dirinya sendiri sehingga dia dengan tidak peduli menayakan dan meminta kepastian system yang akan dia masuki, bila sesuai maka dia akan memasukinya bila tidak maka dia lebih baik keluar atau tidak memasukinya karena hanya akan memberikan beban mental pada dirinya dan hanya akan merugikan dirinya juga perusahaan jika dia bekerja asal-asalan dan penuh tekanan.

Lalu, apa yang kita ketahui tentang arti sebuah “nilai”? Nilai adalah pandangan seseorang terhadap suatu hal sehingga dia bisa memberikan penilaian atau ukuran berdasarkan pengetahuannya. Ada banyak cara dalam meningkatkan sebuah nilai, seperti contoh yakni bagaimana meningkatkan nilai sebuah apel? Mengapa apel yang sama tetapi yang satu di jual di pinggir jalan dan yang satunya dijual di sebuah Hypermarket mempunyai perbedaan harga yang tinggi, padahal rasa dan asal apel itu adlah sama. Itulah yang disebut penambahan nilai, lalu aplikasi terhadap diri sendiri bagaimana?

Ada hal mendasar sebelum seseorang meningkatkan sebuah nilai adalah dengan meningkatkan kepercayaan diri dan mereduksi rasa takut. Saat kita melihat bahwa diri kita sangat berharga maka orang lain pun secara tak langsung akan menangkap energy kepercayaan diri kita dan meliaht kita sangat berharga. Ini berkaitan erat dengan meningkatkan potensi diri, tak ada manusia yang tak mempunyai potensi, semua orang berharga, tetapi yang menjadi persoalan adalah bagaimana meningktakan harga diri atau potensi diri. Sudah kita temukan bahwa cara pertama adalah peningkatan kepercayaan diri, yang kedua adalah peningkatan kualitas diri, sperti contoh apel tadi, bila di samping jalan maka apel itu tergletak begitu saja, kotor terkena debu, sedangkan di Hypermarket apel tersebut diberi cap, dibersihkan secara higenis. Itulah kualitas diri, yakni bagaimana kita dapat meningkatkan segla kemampuan diri secara maksimal sehingga kita akan lebih bernilai di mata orang. Orang yang bernilai orang yang selalu dicari dan dibutuhkan oleh orang lain! Lalu pertanyaannya adalah, siapa kita sehingga kita layak untuk dicari atau diminta bantuan oleh orang lain? Apakah kita cukup mempunyai skill  dalam bidang tertentu sehingga kita sangat yakin bahwa kita sangat berkompeten dalam hal itu.

Banyak orang diluar sana yang sangat memperdulikan dan memperhatikan orang lain tanpa melihat dan meperhatikan diri sendiri, mereka lupa untuk mengembangkan segenap potensi dalam diri sehingga mereka pun menjadi sangat layak untuk diperhatikan. Pernah aku diberitahu teman bahwa dia tidak dapat dirubah, bahwa itulah dirinya, dengan sikapnya yang pengecut, penakut, wawasan seperti layaknya takdir yang harus dibawanya sampai mati. Tapi itu bukanlah jawaban, itu adalah “menyerah” pada sesuatu yang kita tidak tahu pasti apa itu, mungkin orang sering bilang keadaan, tapi keadaan yang mana? Bukankah suatu keadaan bisa berubah kapan saja. Ingatlah bahwa proses masih berlanjut, dan sebagai manusia yang normal selayaknya kita insaf dan belajar, belajar adalah keluar dan menelanjangi diri kita menuju suartu yang baru, bukankah apa yang kita percayai hari ini tidak akan percayai bila kita sudah dapat melihat kebenaran yang tersembunyi di baliknya. Mengapa kita sibuk mengagumi orang lain tetapi tidak pada diri sendiri? Karena kita merasa kurang mampu,dan mengapa kita kurang mampu? Karena kita belum belajar atau tidak mau belajar.

Semua orang adalah unik, dan semua orang adalah sama yakni setiap manusia sama mempunyai otoritas akan dirinya dan mempunyai pilihan untuk menjadikan dirinya seperti apa dan bagaimana. Dari kecil kita sudah diajari tentang takut, yak takut memang seringkali berguna untuk melindungi diri kita, tetapi tempatkanlah rasa takut pada hal yang sewajarnya karena ketakutan itu sendiri tidak perlu ditakuti hanya karena ketakutan itu belum berakibat sesuatu pada diri kita.

Selanjutnya sebelum menutup pembahasan ini ada point penting yang harus kita ketahui, disini saya akan mengambil dari sebuah filosofi local yang mengatakan, saat kita akan melakukan sesuatu maka “beranilah” bukan “nekad” karena berani berarti kita mempunya landasan atau bekal yang menjadi alasan kuat dan keyakinan bahwa kita bisa melakukannya dengan baik dan benar, berbeda dengan nekad, dimana kita melakukan sesuatu tanpa memikirkan batasan diri dan efek yang ditimbulkannya. Semoga kita semua dapat saling belajar dan lebih meningkatkan nilai untuk menikmati hari-hari kita dengan senyum dan bahagia.

Senin, 31 Januari 2011

Kawan-Lawan

Dalam dinamika kehidupan kita sering sekali dibentrokan oleh yang namanya “kepentingan”. Kepentinganlah yang bisa merubah sesuatu 1800, seperti halnya kawan dengan sekejap pun bisa berubah menjadi lawan. Hal seperti ini sudah barang tentu pernah dirasakan oleh para pembaca, dalam kajian kali ini maka saya akan membedah masalah ini dan beberapa contohnya. Ok,tanpa banyak kata, mari kita mulai.
Bila merujuk pada pendapat Aristotelles maka manusia adalah zoon politicon, yakni manusia adalah mahluk politik dalam arti yang murni. Sebelum membahas hal ini lebih baik kita telusuri dulu apa arti dari politik. Politik berarti seni, seni disini berarti sebuah cara untuk melakukan sesuatu dengan melihat kondisi dan situasi yang ada, yakni bagaimana seseorang dapat menempatkan dirinya dalam suatu dinamika. Kembali ke konsep “manusia politik” maka dapat diartikan bahwa manusia adalah mahluk sosial yang hidup dalam dinamika sosialnya dan mempunyai peran di dalamnya. Dalam menjalankan perannya sebagai manusia, maka akan banyak bentrokan-bentrokan sehingga manusia harus mempunyai batasan untuk mengikat perilaku dan tidak merugikan yang lainnya, inilah yang disebut “etika”, yakni landasan tingkah laku seseorang dalam hal atau konteks tertentu.
Etika inilah yangs sering kali dilanggar demi memenuhi hasrat pribadinya yakni “ego”, tapi dalam hal ini pemberian label ego terlalu sempit, karena pada dasarnya setiap manusia mempunyai ego, maka dalam konteks ini, pelanggaran terhadap etika sosial bisa kita namakan “ultra ego” atau ego yang berlebihan. Dalam suatu hubungan sosial, maka manusia selalu mempunya kepentingan, hal inilah mengapa Khalil Gibran menyatakan bahawa “tak ada teman sejati, yang ada hanya kepentingan”. Ini penting perlu dicermati secara bijak, kepentingan adalah hal yang sangat manusiawi, karena setiap manusia mempunyai kepentingan, tetapi kepentingan seperti apakah yang diamaksud, yakni apakah kepentingan tersebut akan memepengaruhi kepentingan orang lain sehingga mereka merasa dirugaikan atau tidak, maka etika adalah kuncinya. Dengan batasan dan landasan berperilaku seseorang akan terlindungi dan melindungi satu sama lain, lalu kehamonisan akan terwujud dalam kesadaran sosialnya.
Ada satu sifat yang sering disalah artikan oleh seseorang, yakni kompetisi. Kadang dalam kompetisi orang akan susah membedakan mana yang seharusnya menjadi saingan atau mana yang bukan, sifat berkompetisi ini sangat mendasar, seseorang akan berkompetisi untuk meningkatkan existensinya, baik disadari atau tidak existensi menjadi kebutuhan dasar manusia hari ini. Seperti contoh, sering kita melihat persahabatan hancur akibat perebutan terhadap seorang wanita yang dipuja bersama-sama, senyatanya dala hal ini adalah etika yang dilanggar, mereka bilang ini adalah sportifitas, dan saat kompetisi seperti ini dilakukan dan etika pergaulan (persahabatan) dilanggar maka kehancuran dapat terjadi kapan saja. Bahkan rivalitas juga bisa terjadi tidak dalam perebutan seseorang, tetapi juga perasaan yang inferior terhadap seseorang yang superior juga menjadi alasan seseorang unutk berkompetisi, bahkan dia sengaja menggunakan soft oppurtunity untuk merongrong existensi orang yang dianggapnya lebih superior, hal ini terjadi bila seseorang membutuhkan penghargaan yang lebih tinggi dari orang lain tanpa “mengaca” mengapa dia tidak mendapatkan lebih. Perlu dipahami lebih lanjut antara ultra ego dan perasaan, yang sering sekali orang sulit untuk membedakan sehingga mereka tega menghancurkan satu sama lain, baik secara langsung maupun tak langsung.
Perasaan atau rasa adalah sebuah ekspresi dari hati yang muncul dengan sendirinya akibat adanya suatu kebutuhan yang hanya dipahami oleh perasaan itu sendiri dan menjadi kebutuhan bersama apabila rasa itu mendapat tempat yang benar, seperti jika kita melihat orang kesusahan maka ada iba dan ketertarikan untuk menolong, juga bila kita menemukan seseorang yang mengerti dan memahami satu sama lain dan menjadi pendamping dalam hidup. Selanjutnya adalah ultra ego, yakni dmana seseorang dengan menggebu-gebu dan reaksioner menempatkan emosinya untuk mewujudkan keinginan dan memunafikkan yang lain demi terwujudnya nafsu yang ada di otaknya. Seperti saat kita melihat ada perempuan cantik lalu kita tertairk untuk medapatkan cintanya dan memilki tubuhnya, ultra ego yang speerti ini lebih suka saya artikan sebagai “rasa sementara”. Tetapi dalam hal ini, orang sering bingung mengartikan antara ultra ego dan rasa akibat tidak bekerjanya otak secara sehat, mereka bila telah terkekang oleh nafsu maka tidak akan meperdulikan yang lainnya. Seperti contoh, pernahkah anda melihat ada teman atau seseorang yang saat mendekati perempuan dia sangat mengebu-gebu dan berantusias, tetapi setalah mendapatkannya dia malah cuek dan meninggalkannya, mereka bukannya tak ada rasa pada perempuan, hanya saja mereka bingung untuk mengexpresikan emosi mereka yang belum jelas, yakni anatra rasa sementara atau ultra ego atau sebuah rasa murni, dan saat hal itu terjadi yakni kebinguangan maka mereka dengan mudah bilang ternyata ini bukan perempuan yang mereka idamkan, rasa penasaran mereka telah hilang berganti rasa angkuh dan puas yang menghancurkan rasa si perempuan yang mulai tertanam.
Ok, bahasan selanjutnya dalam diskusi ini adalah kompetisi dalam existensi. Teringat kata mutiara dari seorang kawan bahwa, “tak ada satupun manusia yang mau existensinya diganggu, jadi berhati-hatilah dalam bergaul”. Apa sebenarnya existensi dan nilainya dalam sebuah dinamika sosial? Existensi adalah sebuah “keberadaan dan pengakuan” terdahap seseorang baik yang di akui oleh diri sendiri maupun oelh orang lain. Dengan sebuah existensi, orang akan dengan bangga menempatkan dirinya dalam suatu strata sosial tertentu, dan nilainya dalam dinamika sosial adalah sangat penting karena menyangkut “penghargaan”. Seperti contoh, bila ada kawan, lalu kita mengejeknya hingga dia benar-benar malu atau “mati karakter” dalam suatu kondisi maka itu berarti kita sudah menggangu existensinya, ini dapat berakibat buruk bila karakter kawa kita rusak, bisa menimbulkan dendam dan dia pun akan memberikan “label” tersendiri terhadap diri kita, bahwa kitalah yang telah membutanya begitu. Bnayk anak periang menjadi pendiam karena hal ini, yakni existensi dirinya diganggu dan membuatnya kehilangan jati diri atau kepercayaan diri. Sperti contoh lagi, pernah saya menggugat statement dosen pembimbing salah satu mata kuliah sehingga dia tak bisa berkata dan mealawan, ini berarti saya telah menggagu existensi dosen tersebut, alhasil, nilai saya pun mejadi kurang.
Selanjutnya, bicara existensi tak lepas dari bicara tentang “penghargaan”. Setiap orang membutuhkan penghrgaan dari orang lain atas dirinya untuk membangun dirinya ketarap yang lebih tinggi dalam strata sosial. Penghargaan sangat berbeda dengan pujian, bila pujian kita secara langusng, tetapi penghargaan lebih luas, yakni langusng dan tak langsung. Mendengarkan kawan bicara dengan baik adalah salah satu penghargaan, memberikan tanggapan yang sopan terhdapa statement seseorang juga merupakan penghargaan, dan masih banyak lagi cakupannya. Penghargaan sangat penting sebagai apresiasi terhdapa existensi seseorang dan bila kita percaya pada hukum timbal-balik, maka saat kita menghargai orang lain niscaya orang lain juga akan memberikan penghargaan terdahap diri kita, bahkan lebih.
Ok, sedikit pembahasan diatas sekiranya dapat membantu kita untuk lebih mengolah diri secara lebih baik, yakni dengan berlandaskan etika kita akan lebih memupuk tali pertemanan menjadi persahabatan, dan persahabatan menjadi persaudaraan, bukan sebaliknya. Kawan-lawan pada dasarnya adalah pilihan, yakni bagaiamana cara kita memperlakukan seseorang, bahkan lawan pun dapat menjadi kawan jika kita dapat mengolahnya dengan baik. Semoga, kita dapat menikmati hari-hari kita dengan lebih berarti dan dengan mempererat silahturahmi.

Selasa, 13 Juli 2010

Untuk Sahabat

Untuk Sahabatku
Engkau mengenalku
Lebih dari setiap orang
Lebih dari saudaraku
Lebih dari kedua orang tuaku

Untuk Sahabatku
Bukankah kita saling berbagi rahasia
Bukankah kita saling bangkit bersama
Dan kita angkuh dengan setiap cobaan

Untuk Sahabatku
Ingatkah kalian dengan cangkir ini
Yang selalu terisi dengan kehangatan
Kita saling bersulang kebebasan

Untuk Sahabatku
Taukah kadang aku membenci kalian
Aku muak pada kalian
Aku menikmati kebencian ini seperti rokok
Kemuakan ini seperti kopi
Sangat nikmat....
Kita selalu bergantung satu-sama lain
Itulah keindahan
Itulah kekuatan

Untuk Sahabatku
Ingatkah kegilaan kita
Ingatkah kebijaksanaan kita
Ingatkah pengorbanan kita
Seperti batu kadang kita keras
Seperti sutra kadang kita lembut
Seperti onta kadang kita tolol

hahahaha....

Ingatlah mereka menertawakan kita
Ingatlah mereka menyepelekan kita
Ingatlah ucapan cacimaki mereka
Lalu kita jadikan obrolan diwaktu senggang
Dengan tertawa--dengan bahagia
Karena kita tak menyedihkan seperti mereka

Untuk Sahabatku
Pukullah aku sekuatmu
Karna ku yakin itu demi kehormatanku
Demi kesadaranku

Untuk Sahabatku
Mari bersulang sampai mati
Karena cangkir ini khan selalu terisi

Sabtu, 10 Juli 2010

Pemaknaan

Langkah terus melaju menuju hal baru
Yang lalu semakin beralu seiring waktu
Bahkan terlupakan menjadi sampah cerita baru

Apa yang bisa diharapkan dari perkenalan
Jika akhirnya kita saling melupakan
Apa yang bisa diharapkan dari perasaan
Jika kita hanya bisa menerima kesenangan
Dan kesedihan tercecer sebagai onggok yang tak bertuan
Hingga dia merayap menerkam dengan rasa menyakitkan

Setiap cerita mengalami pengulangan
Dalam ruang yang berbeda
Bukankah malam selalu datang menggantikan teriknya siang
Dan mereka tak pernah mendapatkan pemaknaan
Bahkan, benci menerima kenyataan

Lari adalah sebuah penghianatan
Terhadap hidup yang menuntut pendewasaan
Tak ada yang sia-sia bila pemaknaan menjadi kebiasaan
Tak ada kesedihan bila dengan iklas menerimannya

Dan "hey.."
Bukankah hidup tak lebih dari sekedar permainan
Bila gagal masih banyak kesempatan untuk mengulang
Ini permainan serius kawan, janganlah bermain-main dengan permainan ini
Setiap langkahmu penentu levelmu, lanjut atau berjalan ditempat
Butuh keberanian, butuh kebijaksanaan, butuh kedewasaan

Lalu banyak diantara mereka mengeluh kepada Tuhan
Kepada Kawan, Kepada semua
Sadarlah...mengeluh membuatmu lemah
Lalu mereka menyalahkan semua
Diri sendiri pun dihujat dengan mengerikan

Oh penyesalan tidak mendapatkan artinya
Untuk apa menyesal jika hanya lewat omongan
Bersikaplah tegar seperti benteng kokoh
Yakinlah semua hanya proses untuk menjadi lebih berarti
Simpan air matamu hanya untuk kebahagiaan
Bukan kesedihan, bukan penyesalan yang tak lagi mempunyai makna dan pengharapan
Menjalani hidup dengan penuh keberanian

Kamis, 13 Mei 2010

kisah negriku

sebuah kisah lama
tentang negri yang indah
subur kekayaan alamnya
makmur sejahtera rakyatnya
aman sentosa dan bahagia

kini keadaan sungguh berbeda
rusak semua indahnya
diambil kesuburannya
rakyat tak lagi sejahtera
kacau balau keaadaanya

negriku yang malang
kau tak lagi tenang
tangismu setiap malam

indah bintang tak lagi menghiburmu
semilir angin tak mampu menenangkanmu

dimana ketegaranmu wahai negriku
dimana wibawamu wahai negriku
kini kau cengeng
kau sangat cengeng
tak berani melawan
hingga mereka seenaknya menginjak harga dirimu
kini kau kehilangan jati dirimu yang dulu

dimana kau selipkan pedangmu
jangan kau sembunyikan
biarkan aku didepanmu
membelamu
tak rela aku..
bila anakku nanti malu
bahkan melupakkanmu
berikan pedangmu padaku
jadilah tegar seperti dulu
kejayaanmu bahagiaku
kelemahanmu penderitaanku
menyatulah denganku
untuk wujudkan dunia baru

oh negri...
kau masih membisu
tapi aku yakin akan rencanamu
aku menunggu tandamu