Minggu, 29 Januari 2012

Kejamnya Media Massa


Pernah nonton film The God Father? Film yang mengisahkan kegiatan Mafia dan segala kekuasaannya, bahkan media masa! Sejak adanya media masa, arus informasi sangatlah penting, bukankah dulu berkat media masa inilah semangat rakyat Indonesia berkobar dalam berbagai bentuk perjuangan dalam melawan penjajahan, bahkan media masa sangat membantu dalam penyebaran Proklamasi Indonesia. Media masa menangkap kebutuhan setiap manusia yang haus akan informasi, bukankah selama manusia hidup yang dilakukan adalah mencari dan berbagai informasi, sehingga existensi mereka selalu ada satu sama lain dalam ruang sosial. Namun, setiap manusia pun harus insyaf bahwa media juga ancaman terbesar manusia, karena dengan pengaruhnya yang sangat besar mereka tak dapat dipungkiri didalamnya menyimpan banyak kepentingan, baik kepentingan individu, kelompok, atau masyarakat luas. Seperti dalam cerita Don Corleone dalam The GodFather,  mereka juga sering memanfaatkan media masa demi kepentingannya. Dan sialnya adalah, media masa mengakomodir kepentingan bagi mereka yang mempunyai uang, sangat jarang ada media masa yang mengakomodir kepentingan rakyat dengan gencar, pasti dibaliknya ada kepentingan juga bagi individu atau kelompok. Tak heran, karena media masa pun adalah sebuah bisnis, sehingga apakah salah jika kita mempercayakan suatu “informasi” dari rumah bisnis media masa hari ini?

Selain itu, parahnya adalah, pusat informasi publik seperti media masa menjadi contoh publik juga. Tadi di televise ada berita menarik tentang anak umur 5 tahun yang sanggup merawat ibunya, dia mencuci, memberisihkan rumah, dan menyuapi ibunya yang sakit lumpuh. Publik menilai hal ini sebagai perilaku moril yang sangat tauladan, dan dapat menjadi penggugah hati, namun ada juga informasi lain yang diserap oleh penonton bahwa, “ternyata anak umur 5 tahun sudah dapat mengerjakan pekerjaan rumah, tidak hanya bermain”. Informasi ini dapat menjadi positif dan negative, negative jika para orang tua pun menginginkan anak-anaknya yang masih berumur 5 tahun untuk melakukan pekerjaan rumah akibat kemalesan orang tuannya.

Aku sering berpikir, media masa juga guru bagi segala penjahat di dunia. Bagimana tidak, saya rasa media masa itu terlalu vulgar, dalam sebuah berita tentang pembunuhan, media masa secara gampang dengan tidak merasa bersalah melaporkan bagaimana seorang korban dibunuh, diperkosa, dianiaya dengan segala rencana dan peralatanya, bukankah mereka adalah guru? Apakah salah jika ada pembantu yang sangat lugu dan polos dari kampung mendapat informasi bahwasana seorang pembantu bukanlah manusia yang harus berada dibawah majikan, bahkan pembantu pun dapat merampok, mencuri anak majikan, bahkan membunuh majikan seperti yang ditayangkan ditelevisi? Sehingga jika dia merasa sakit hati atau kecewa seperti dalam kesaksian pembantu ditelevisi maka diapun dapat melakukan hal yang sama, atau kasus lain adalah, apakah salah jika anak kecil mencoba melakukan pemerkosaan, mencuri, atau menganiaya temannya akibat media masa dengan maraknya menampilkan contoh nyata, bahkan dalam film animasi anak pun hal adegan anak kecil sudah diajarin bagaiamana menjalin hubungan asmara atau bagaimana menganiaya orang lain.
Jika media masa merupakan pusat informasi publik, seharunya ada etika dan peraturan ketat yang mengikat dan menjadikanya lebih sopan, beradap dan sadar akan posisinya yang sangat penting. Bagaimana media masa dapat mengkritik pemerintah jika mereka sendiri pun harus dikritik habis-habisan, sehingga dengan jelas dapat dilihat antara keterpihakan dan transparasi adalah beda tipis. Artinya, transparasi media masa juga harus mempunyai kontrol, bukan adegan atau informasi vulgar juga diberikan kepada masyarakat, jika informasi itu terkait masalah hak rakyat untuk tahu, sepertiisu pemerintahan dan negara maka dapat dapatlah media dengan detail “melukiskannya” dalam pemberitaan, namun adalah “sala kaparah” demi ratting media masa memberikan informasi yang dapat membentuk mentalitas menjadi seorang penjahat, seperti kata Bang Napi, kejahatan datang bukan saja karena niat, tapi juga kesempatan, dan segala informasi dari media adalah data yang siap digunakan.

Mayarakat secara umum layak dan berhak atas pemberitaan yang berkualiotas, artinya bersifat kontrukstif terhadap mentalitas seluruh genarasi, baik tua, muda, ataupun bocah. Apakah konstruktif jika ada pemberitaan orang/hewan dibunuh detail dengan gambar korban dan cara membunuhnya, apakah kontruktif jika ada pemberitaan “mesum” lengkap dengan adegannya, atau poenganiayaan lengkap dengan publikasi reka adegan, bahkan motivasi pribadi juga disorot. Jika dulu para orang tua kwatir dengan perkembangan mental anak-anaknya yang akan terganggu dengan acara film anak dengan adegan berkelahi yang dapat memacu anak-anaknya bersikap negative, maka sekarang orang tua dan bahkan setiap orang perlu mengkwatirkan satu sama lain. Apalagi televise, dimana indra penglihatan dan pendengar secara bersama-sama di gunakan, sehingga otak akan secara lambat untuk memberikan penilaian kritis terhdap apa yang dilihatnya. 

Minggu, 29 Januari 2012

Kejamnya Media Massa


Pernah nonton film The God Father? Film yang mengisahkan kegiatan Mafia dan segala kekuasaannya, bahkan media masa! Sejak adanya media masa, arus informasi sangatlah penting, bukankah dulu berkat media masa inilah semangat rakyat Indonesia berkobar dalam berbagai bentuk perjuangan dalam melawan penjajahan, bahkan media masa sangat membantu dalam penyebaran Proklamasi Indonesia. Media masa menangkap kebutuhan setiap manusia yang haus akan informasi, bukankah selama manusia hidup yang dilakukan adalah mencari dan berbagai informasi, sehingga existensi mereka selalu ada satu sama lain dalam ruang sosial. Namun, setiap manusia pun harus insyaf bahwa media juga ancaman terbesar manusia, karena dengan pengaruhnya yang sangat besar mereka tak dapat dipungkiri didalamnya menyimpan banyak kepentingan, baik kepentingan individu, kelompok, atau masyarakat luas. Seperti dalam cerita Don Corleone dalam The GodFather,  mereka juga sering memanfaatkan media masa demi kepentingannya. Dan sialnya adalah, media masa mengakomodir kepentingan bagi mereka yang mempunyai uang, sangat jarang ada media masa yang mengakomodir kepentingan rakyat dengan gencar, pasti dibaliknya ada kepentingan juga bagi individu atau kelompok. Tak heran, karena media masa pun adalah sebuah bisnis, sehingga apakah salah jika kita mempercayakan suatu “informasi” dari rumah bisnis media masa hari ini?

Selain itu, parahnya adalah, pusat informasi publik seperti media masa menjadi contoh publik juga. Tadi di televise ada berita menarik tentang anak umur 5 tahun yang sanggup merawat ibunya, dia mencuci, memberisihkan rumah, dan menyuapi ibunya yang sakit lumpuh. Publik menilai hal ini sebagai perilaku moril yang sangat tauladan, dan dapat menjadi penggugah hati, namun ada juga informasi lain yang diserap oleh penonton bahwa, “ternyata anak umur 5 tahun sudah dapat mengerjakan pekerjaan rumah, tidak hanya bermain”. Informasi ini dapat menjadi positif dan negative, negative jika para orang tua pun menginginkan anak-anaknya yang masih berumur 5 tahun untuk melakukan pekerjaan rumah akibat kemalesan orang tuannya.

Aku sering berpikir, media masa juga guru bagi segala penjahat di dunia. Bagimana tidak, saya rasa media masa itu terlalu vulgar, dalam sebuah berita tentang pembunuhan, media masa secara gampang dengan tidak merasa bersalah melaporkan bagaimana seorang korban dibunuh, diperkosa, dianiaya dengan segala rencana dan peralatanya, bukankah mereka adalah guru? Apakah salah jika ada pembantu yang sangat lugu dan polos dari kampung mendapat informasi bahwasana seorang pembantu bukanlah manusia yang harus berada dibawah majikan, bahkan pembantu pun dapat merampok, mencuri anak majikan, bahkan membunuh majikan seperti yang ditayangkan ditelevisi? Sehingga jika dia merasa sakit hati atau kecewa seperti dalam kesaksian pembantu ditelevisi maka diapun dapat melakukan hal yang sama, atau kasus lain adalah, apakah salah jika anak kecil mencoba melakukan pemerkosaan, mencuri, atau menganiaya temannya akibat media masa dengan maraknya menampilkan contoh nyata, bahkan dalam film animasi anak pun hal adegan anak kecil sudah diajarin bagaiamana menjalin hubungan asmara atau bagaimana menganiaya orang lain.
Jika media masa merupakan pusat informasi publik, seharunya ada etika dan peraturan ketat yang mengikat dan menjadikanya lebih sopan, beradap dan sadar akan posisinya yang sangat penting. Bagaimana media masa dapat mengkritik pemerintah jika mereka sendiri pun harus dikritik habis-habisan, sehingga dengan jelas dapat dilihat antara keterpihakan dan transparasi adalah beda tipis. Artinya, transparasi media masa juga harus mempunyai kontrol, bukan adegan atau informasi vulgar juga diberikan kepada masyarakat, jika informasi itu terkait masalah hak rakyat untuk tahu, sepertiisu pemerintahan dan negara maka dapat dapatlah media dengan detail “melukiskannya” dalam pemberitaan, namun adalah “sala kaparah” demi ratting media masa memberikan informasi yang dapat membentuk mentalitas menjadi seorang penjahat, seperti kata Bang Napi, kejahatan datang bukan saja karena niat, tapi juga kesempatan, dan segala informasi dari media adalah data yang siap digunakan.

Mayarakat secara umum layak dan berhak atas pemberitaan yang berkualiotas, artinya bersifat kontrukstif terhadap mentalitas seluruh genarasi, baik tua, muda, ataupun bocah. Apakah konstruktif jika ada pemberitaan orang/hewan dibunuh detail dengan gambar korban dan cara membunuhnya, apakah kontruktif jika ada pemberitaan “mesum” lengkap dengan adegannya, atau poenganiayaan lengkap dengan publikasi reka adegan, bahkan motivasi pribadi juga disorot. Jika dulu para orang tua kwatir dengan perkembangan mental anak-anaknya yang akan terganggu dengan acara film anak dengan adegan berkelahi yang dapat memacu anak-anaknya bersikap negative, maka sekarang orang tua dan bahkan setiap orang perlu mengkwatirkan satu sama lain. Apalagi televise, dimana indra penglihatan dan pendengar secara bersama-sama di gunakan, sehingga otak akan secara lambat untuk memberikan penilaian kritis terhdap apa yang dilihatnya.