Rabu, 02 Februari 2011

Arti dari “Nilai”



Dalam tulisan ini maka saya ingin mendiskusikan sebuah “nilai”, yakni seberapa penting nilai bagi manusia? Yakni bagaimana sebuah nilai sangat mempengaruhi dinamika sosial kita? Sebelum kita mulai, ada sebuah kisah lucu yang patut di baca sebagai awal bahasan ini :
Joni adalah anak yang sangat baik, dia selalu menolong teman-temannya bila membutuhkan, senyum selalu melekat dalam dirinya, tak heran jika semua teman-temannya sangat menyayanginya. Suatu hari dia jatuh cinta pada seorang gadis bernama Selly, semua teman-temannya bersatu untuk membantunya dalam segela hal demi mendapatkan Selly, Apa yang Selly minta kepada Joni selalu dituruti demi membahagiakan dan menyenangkan hatinya, Selly pun terlihat antusias dan manis kepada Joni. Suatu hari Joni datang dengan muka murung, temannya heran mengapa hal ini bisa terjadi, diungkapkannya dia kecewa kepada Selly, hatinya sudah hancur akibat beberapa kali ditolak cintanya, lalu hatinya semakin hancur saat Selly malah berpacaran dengan Teddy, yakni orang yang sering diceritakan Selly dengan kesal karena Teddy suka memaksa dan egois, juga sikapnya yang kasar.
Kemudian untuk selanjutnya ada cerita lain seperti ini :
Sebuah perusahaan mengadakan wawancara penerimaan calon pegawai muda untuk menjadi karyawan di perusahaannya yang sudah cukup terkenal, lalu Joni dan Teddy mengikuti wawancara tersebut. Joni dengan ramah memasuki ruangan, tak lupa senyum selalu menghiasi mulutnya, dengan rendah hati dan sopan Joni menjawab pertanyaan-demi pertanyaan, “Apakah Anda menerima segala peraturan yang diberikan perusahaan kami seperti yang sudah saya terangkan?” Tanya pewawancara, “Ya, saya terima dengan rendah hati pak” Jawab Joni dengan tersenyum lebar, “Lalu Anda siap kami tugaskan di bagian mana saja?” Tanya pewawancara kembali. “Ya, saya sudah mempertimbangkan, karena saya yakin bapak lebih tahu dimana saya harus ditempatkan” Jawabnya dengan rendah hati dan sopan. Lalu giliran Teddy memasuki ruangan, dengan cepat dia menduduki kursi, matanya menatap tajam seperti menantang setiap pertanyaan yang akan di berikan oleh pewawancara. Dengan tegas dan tanpa berpikir panjang dia menjawab pertanyaan si pewawancara. “Apakah Anda menerima segala peraturan yang diberikan perusahaan kami seperti yang sudah saya terangkan?” Tanya pewawancara, “Maaf Pak, tapi tapi bapak juga belum menjelaskan sanksi untuk yang melanggar peraturan tersebut, lalu sejauh mana hak karyawan bila sanksi dirasa kurang adil, ini perlu bagi saya, sehingga saya tidak bekerja diperusahaan yang salah” jawabnya Teddy dengan tegas, sekejap para pewawancara saling berpandangan heran dan menjelaskan apa yang diminta oleh Teddy, lalu pertanyaan selanjutnya seperti halnya yang ditanyakan ke Joni, “Apakah anda siap kami tempatkan di bagian mana saja sesuai kebijakan kami?” tanya pewawancara dengan nada agak tinggi, “Tidak pak, saya hanya akan bekerja sebagaimana keahlian saya, bila saya rasa pekerjaan itu bukan bidang saya untuk apa saya menerimanya karena hanya akan merugikan perusahaan juga, bila perusahaan memberikan saya bagian yang sesuai bidang saya pun saya akan mematok gaji saya, karena yakin saya mampu menguntungkan perusahaan ini, dan itu harga yang pantas buat saya” Jawab Teddy layaknya berpidato di depan muka umum. Para pewawancara hanya terdiam memandangnya, kemudian tersnyum dan mempersilahkan Teddy untuk keluar dan menunggu pengumuman. Setelah selang satu minggu maka di dalam pengumuman tertulis Teddy diterima sebagai kepala bagian dan Joni sebagai staff bawahannya.
Pada kedua cerita diatas maka dapatkah kita mengambil pelajaran sebagai refleksi kedalam pola pikir kita, dimana peran sebuah “nilai” menjadi factor penting untuk mewujudkan keinginan. Mari kita meliaht dari kasus pertama, yakni kenapa Joni yang terkenal baik dan selalu menuruti perintah Selly malah tidak mendapatkan cintanya, malah Teddy yang mempunyai karakter sebaliknya. Apakah nilai Teddy lebih tinggi daripada Joni? Secara jujur saya jawab iya, dengan sikapnya yang egois dan pemaksa maka dia memiriki peran lebih besar hingga dapat membuat hati Selly terusik, dan bahkan keterusikannya memaksa Selly untuk selalu menceritakan perihal tentang Teddy di depan Joni. Teddy tunduk dan merasa lebih daripada Selly, sehingga diapun berbuat semaunya kepada si Selly, saat menyadari dirinya semakin lemah dan tidak dapat berbuat banyak maka Selly pun hanyut kepada Teddy. Berbeda lagi dengan Joni, dia terlalu penurut sehingga dia menyingkirkan rasa egoya, harga dirinya, bahkan menjadi penurut di hadapan Selly untuk mendapat perhatiannya. Saat inilah dia mulai kehilangan kepercayaan dirinya bahwa dia seharusnya dapat perhatian Selly dengan sikap apapun, tanpa memberikannya barang, tanpa menuruti semua omongannya. Saat rasa takut datang dan kepercayaan diri hilang maka yang terjadi nilai dia pun semakin berkurang.

Dalam cerita kedua sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang pertama, tapi bila yang pertama kita mendiskusikannya dalam percintaan maka ini dalam dunia kerja. Wawancara kerja adalah proses awal seorang pewawancara melihat calon karyawan, saat inilah akan terlihat bahwa orang yang sangat menghargai pekerjaannya adalah orang yang sangat menghargai dirinya. Joni masih saja dalam ketakutannya, yakni dia sangat yakin pada oranglain tanpa yakin pada dirinya sendiri, dia membiarkan dirinya di control oleh orang lain tanpa dia tahu bagaimana dirinya sendiri. Sedangkan Teddy sebaliknya, dia sangat menghargai dirinya sendiri sehingga dia dengan tidak peduli menayakan dan meminta kepastian system yang akan dia masuki, bila sesuai maka dia akan memasukinya bila tidak maka dia lebih baik keluar atau tidak memasukinya karena hanya akan memberikan beban mental pada dirinya dan hanya akan merugikan dirinya juga perusahaan jika dia bekerja asal-asalan dan penuh tekanan.

Lalu, apa yang kita ketahui tentang arti sebuah “nilai”? Nilai adalah pandangan seseorang terhadap suatu hal sehingga dia bisa memberikan penilaian atau ukuran berdasarkan pengetahuannya. Ada banyak cara dalam meningkatkan sebuah nilai, seperti contoh yakni bagaimana meningkatkan nilai sebuah apel? Mengapa apel yang sama tetapi yang satu di jual di pinggir jalan dan yang satunya dijual di sebuah Hypermarket mempunyai perbedaan harga yang tinggi, padahal rasa dan asal apel itu adlah sama. Itulah yang disebut penambahan nilai, lalu aplikasi terhadap diri sendiri bagaimana?

Ada hal mendasar sebelum seseorang meningkatkan sebuah nilai adalah dengan meningkatkan kepercayaan diri dan mereduksi rasa takut. Saat kita melihat bahwa diri kita sangat berharga maka orang lain pun secara tak langsung akan menangkap energy kepercayaan diri kita dan meliaht kita sangat berharga. Ini berkaitan erat dengan meningkatkan potensi diri, tak ada manusia yang tak mempunyai potensi, semua orang berharga, tetapi yang menjadi persoalan adalah bagaimana meningktakan harga diri atau potensi diri. Sudah kita temukan bahwa cara pertama adalah peningkatan kepercayaan diri, yang kedua adalah peningkatan kualitas diri, sperti contoh apel tadi, bila di samping jalan maka apel itu tergletak begitu saja, kotor terkena debu, sedangkan di Hypermarket apel tersebut diberi cap, dibersihkan secara higenis. Itulah kualitas diri, yakni bagaimana kita dapat meningkatkan segla kemampuan diri secara maksimal sehingga kita akan lebih bernilai di mata orang. Orang yang bernilai orang yang selalu dicari dan dibutuhkan oleh orang lain! Lalu pertanyaannya adalah, siapa kita sehingga kita layak untuk dicari atau diminta bantuan oleh orang lain? Apakah kita cukup mempunyai skill  dalam bidang tertentu sehingga kita sangat yakin bahwa kita sangat berkompeten dalam hal itu.

Banyak orang diluar sana yang sangat memperdulikan dan memperhatikan orang lain tanpa melihat dan meperhatikan diri sendiri, mereka lupa untuk mengembangkan segenap potensi dalam diri sehingga mereka pun menjadi sangat layak untuk diperhatikan. Pernah aku diberitahu teman bahwa dia tidak dapat dirubah, bahwa itulah dirinya, dengan sikapnya yang pengecut, penakut, wawasan seperti layaknya takdir yang harus dibawanya sampai mati. Tapi itu bukanlah jawaban, itu adalah “menyerah” pada sesuatu yang kita tidak tahu pasti apa itu, mungkin orang sering bilang keadaan, tapi keadaan yang mana? Bukankah suatu keadaan bisa berubah kapan saja. Ingatlah bahwa proses masih berlanjut, dan sebagai manusia yang normal selayaknya kita insaf dan belajar, belajar adalah keluar dan menelanjangi diri kita menuju suartu yang baru, bukankah apa yang kita percayai hari ini tidak akan percayai bila kita sudah dapat melihat kebenaran yang tersembunyi di baliknya. Mengapa kita sibuk mengagumi orang lain tetapi tidak pada diri sendiri? Karena kita merasa kurang mampu,dan mengapa kita kurang mampu? Karena kita belum belajar atau tidak mau belajar.

Semua orang adalah unik, dan semua orang adalah sama yakni setiap manusia sama mempunyai otoritas akan dirinya dan mempunyai pilihan untuk menjadikan dirinya seperti apa dan bagaimana. Dari kecil kita sudah diajari tentang takut, yak takut memang seringkali berguna untuk melindungi diri kita, tetapi tempatkanlah rasa takut pada hal yang sewajarnya karena ketakutan itu sendiri tidak perlu ditakuti hanya karena ketakutan itu belum berakibat sesuatu pada diri kita.

Selanjutnya sebelum menutup pembahasan ini ada point penting yang harus kita ketahui, disini saya akan mengambil dari sebuah filosofi local yang mengatakan, saat kita akan melakukan sesuatu maka “beranilah” bukan “nekad” karena berani berarti kita mempunya landasan atau bekal yang menjadi alasan kuat dan keyakinan bahwa kita bisa melakukannya dengan baik dan benar, berbeda dengan nekad, dimana kita melakukan sesuatu tanpa memikirkan batasan diri dan efek yang ditimbulkannya. Semoga kita semua dapat saling belajar dan lebih meningkatkan nilai untuk menikmati hari-hari kita dengan senyum dan bahagia.

Rabu, 02 Februari 2011

Arti dari “Nilai”



Dalam tulisan ini maka saya ingin mendiskusikan sebuah “nilai”, yakni seberapa penting nilai bagi manusia? Yakni bagaimana sebuah nilai sangat mempengaruhi dinamika sosial kita? Sebelum kita mulai, ada sebuah kisah lucu yang patut di baca sebagai awal bahasan ini :
Joni adalah anak yang sangat baik, dia selalu menolong teman-temannya bila membutuhkan, senyum selalu melekat dalam dirinya, tak heran jika semua teman-temannya sangat menyayanginya. Suatu hari dia jatuh cinta pada seorang gadis bernama Selly, semua teman-temannya bersatu untuk membantunya dalam segela hal demi mendapatkan Selly, Apa yang Selly minta kepada Joni selalu dituruti demi membahagiakan dan menyenangkan hatinya, Selly pun terlihat antusias dan manis kepada Joni. Suatu hari Joni datang dengan muka murung, temannya heran mengapa hal ini bisa terjadi, diungkapkannya dia kecewa kepada Selly, hatinya sudah hancur akibat beberapa kali ditolak cintanya, lalu hatinya semakin hancur saat Selly malah berpacaran dengan Teddy, yakni orang yang sering diceritakan Selly dengan kesal karena Teddy suka memaksa dan egois, juga sikapnya yang kasar.
Kemudian untuk selanjutnya ada cerita lain seperti ini :
Sebuah perusahaan mengadakan wawancara penerimaan calon pegawai muda untuk menjadi karyawan di perusahaannya yang sudah cukup terkenal, lalu Joni dan Teddy mengikuti wawancara tersebut. Joni dengan ramah memasuki ruangan, tak lupa senyum selalu menghiasi mulutnya, dengan rendah hati dan sopan Joni menjawab pertanyaan-demi pertanyaan, “Apakah Anda menerima segala peraturan yang diberikan perusahaan kami seperti yang sudah saya terangkan?” Tanya pewawancara, “Ya, saya terima dengan rendah hati pak” Jawab Joni dengan tersenyum lebar, “Lalu Anda siap kami tugaskan di bagian mana saja?” Tanya pewawancara kembali. “Ya, saya sudah mempertimbangkan, karena saya yakin bapak lebih tahu dimana saya harus ditempatkan” Jawabnya dengan rendah hati dan sopan. Lalu giliran Teddy memasuki ruangan, dengan cepat dia menduduki kursi, matanya menatap tajam seperti menantang setiap pertanyaan yang akan di berikan oleh pewawancara. Dengan tegas dan tanpa berpikir panjang dia menjawab pertanyaan si pewawancara. “Apakah Anda menerima segala peraturan yang diberikan perusahaan kami seperti yang sudah saya terangkan?” Tanya pewawancara, “Maaf Pak, tapi tapi bapak juga belum menjelaskan sanksi untuk yang melanggar peraturan tersebut, lalu sejauh mana hak karyawan bila sanksi dirasa kurang adil, ini perlu bagi saya, sehingga saya tidak bekerja diperusahaan yang salah” jawabnya Teddy dengan tegas, sekejap para pewawancara saling berpandangan heran dan menjelaskan apa yang diminta oleh Teddy, lalu pertanyaan selanjutnya seperti halnya yang ditanyakan ke Joni, “Apakah anda siap kami tempatkan di bagian mana saja sesuai kebijakan kami?” tanya pewawancara dengan nada agak tinggi, “Tidak pak, saya hanya akan bekerja sebagaimana keahlian saya, bila saya rasa pekerjaan itu bukan bidang saya untuk apa saya menerimanya karena hanya akan merugikan perusahaan juga, bila perusahaan memberikan saya bagian yang sesuai bidang saya pun saya akan mematok gaji saya, karena yakin saya mampu menguntungkan perusahaan ini, dan itu harga yang pantas buat saya” Jawab Teddy layaknya berpidato di depan muka umum. Para pewawancara hanya terdiam memandangnya, kemudian tersnyum dan mempersilahkan Teddy untuk keluar dan menunggu pengumuman. Setelah selang satu minggu maka di dalam pengumuman tertulis Teddy diterima sebagai kepala bagian dan Joni sebagai staff bawahannya.
Pada kedua cerita diatas maka dapatkah kita mengambil pelajaran sebagai refleksi kedalam pola pikir kita, dimana peran sebuah “nilai” menjadi factor penting untuk mewujudkan keinginan. Mari kita meliaht dari kasus pertama, yakni kenapa Joni yang terkenal baik dan selalu menuruti perintah Selly malah tidak mendapatkan cintanya, malah Teddy yang mempunyai karakter sebaliknya. Apakah nilai Teddy lebih tinggi daripada Joni? Secara jujur saya jawab iya, dengan sikapnya yang egois dan pemaksa maka dia memiriki peran lebih besar hingga dapat membuat hati Selly terusik, dan bahkan keterusikannya memaksa Selly untuk selalu menceritakan perihal tentang Teddy di depan Joni. Teddy tunduk dan merasa lebih daripada Selly, sehingga diapun berbuat semaunya kepada si Selly, saat menyadari dirinya semakin lemah dan tidak dapat berbuat banyak maka Selly pun hanyut kepada Teddy. Berbeda lagi dengan Joni, dia terlalu penurut sehingga dia menyingkirkan rasa egoya, harga dirinya, bahkan menjadi penurut di hadapan Selly untuk mendapat perhatiannya. Saat inilah dia mulai kehilangan kepercayaan dirinya bahwa dia seharusnya dapat perhatian Selly dengan sikap apapun, tanpa memberikannya barang, tanpa menuruti semua omongannya. Saat rasa takut datang dan kepercayaan diri hilang maka yang terjadi nilai dia pun semakin berkurang.

Dalam cerita kedua sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang pertama, tapi bila yang pertama kita mendiskusikannya dalam percintaan maka ini dalam dunia kerja. Wawancara kerja adalah proses awal seorang pewawancara melihat calon karyawan, saat inilah akan terlihat bahwa orang yang sangat menghargai pekerjaannya adalah orang yang sangat menghargai dirinya. Joni masih saja dalam ketakutannya, yakni dia sangat yakin pada oranglain tanpa yakin pada dirinya sendiri, dia membiarkan dirinya di control oleh orang lain tanpa dia tahu bagaimana dirinya sendiri. Sedangkan Teddy sebaliknya, dia sangat menghargai dirinya sendiri sehingga dia dengan tidak peduli menayakan dan meminta kepastian system yang akan dia masuki, bila sesuai maka dia akan memasukinya bila tidak maka dia lebih baik keluar atau tidak memasukinya karena hanya akan memberikan beban mental pada dirinya dan hanya akan merugikan dirinya juga perusahaan jika dia bekerja asal-asalan dan penuh tekanan.

Lalu, apa yang kita ketahui tentang arti sebuah “nilai”? Nilai adalah pandangan seseorang terhadap suatu hal sehingga dia bisa memberikan penilaian atau ukuran berdasarkan pengetahuannya. Ada banyak cara dalam meningkatkan sebuah nilai, seperti contoh yakni bagaimana meningkatkan nilai sebuah apel? Mengapa apel yang sama tetapi yang satu di jual di pinggir jalan dan yang satunya dijual di sebuah Hypermarket mempunyai perbedaan harga yang tinggi, padahal rasa dan asal apel itu adlah sama. Itulah yang disebut penambahan nilai, lalu aplikasi terhadap diri sendiri bagaimana?

Ada hal mendasar sebelum seseorang meningkatkan sebuah nilai adalah dengan meningkatkan kepercayaan diri dan mereduksi rasa takut. Saat kita melihat bahwa diri kita sangat berharga maka orang lain pun secara tak langsung akan menangkap energy kepercayaan diri kita dan meliaht kita sangat berharga. Ini berkaitan erat dengan meningkatkan potensi diri, tak ada manusia yang tak mempunyai potensi, semua orang berharga, tetapi yang menjadi persoalan adalah bagaimana meningktakan harga diri atau potensi diri. Sudah kita temukan bahwa cara pertama adalah peningkatan kepercayaan diri, yang kedua adalah peningkatan kualitas diri, sperti contoh apel tadi, bila di samping jalan maka apel itu tergletak begitu saja, kotor terkena debu, sedangkan di Hypermarket apel tersebut diberi cap, dibersihkan secara higenis. Itulah kualitas diri, yakni bagaimana kita dapat meningkatkan segla kemampuan diri secara maksimal sehingga kita akan lebih bernilai di mata orang. Orang yang bernilai orang yang selalu dicari dan dibutuhkan oleh orang lain! Lalu pertanyaannya adalah, siapa kita sehingga kita layak untuk dicari atau diminta bantuan oleh orang lain? Apakah kita cukup mempunyai skill  dalam bidang tertentu sehingga kita sangat yakin bahwa kita sangat berkompeten dalam hal itu.

Banyak orang diluar sana yang sangat memperdulikan dan memperhatikan orang lain tanpa melihat dan meperhatikan diri sendiri, mereka lupa untuk mengembangkan segenap potensi dalam diri sehingga mereka pun menjadi sangat layak untuk diperhatikan. Pernah aku diberitahu teman bahwa dia tidak dapat dirubah, bahwa itulah dirinya, dengan sikapnya yang pengecut, penakut, wawasan seperti layaknya takdir yang harus dibawanya sampai mati. Tapi itu bukanlah jawaban, itu adalah “menyerah” pada sesuatu yang kita tidak tahu pasti apa itu, mungkin orang sering bilang keadaan, tapi keadaan yang mana? Bukankah suatu keadaan bisa berubah kapan saja. Ingatlah bahwa proses masih berlanjut, dan sebagai manusia yang normal selayaknya kita insaf dan belajar, belajar adalah keluar dan menelanjangi diri kita menuju suartu yang baru, bukankah apa yang kita percayai hari ini tidak akan percayai bila kita sudah dapat melihat kebenaran yang tersembunyi di baliknya. Mengapa kita sibuk mengagumi orang lain tetapi tidak pada diri sendiri? Karena kita merasa kurang mampu,dan mengapa kita kurang mampu? Karena kita belum belajar atau tidak mau belajar.

Semua orang adalah unik, dan semua orang adalah sama yakni setiap manusia sama mempunyai otoritas akan dirinya dan mempunyai pilihan untuk menjadikan dirinya seperti apa dan bagaimana. Dari kecil kita sudah diajari tentang takut, yak takut memang seringkali berguna untuk melindungi diri kita, tetapi tempatkanlah rasa takut pada hal yang sewajarnya karena ketakutan itu sendiri tidak perlu ditakuti hanya karena ketakutan itu belum berakibat sesuatu pada diri kita.

Selanjutnya sebelum menutup pembahasan ini ada point penting yang harus kita ketahui, disini saya akan mengambil dari sebuah filosofi local yang mengatakan, saat kita akan melakukan sesuatu maka “beranilah” bukan “nekad” karena berani berarti kita mempunya landasan atau bekal yang menjadi alasan kuat dan keyakinan bahwa kita bisa melakukannya dengan baik dan benar, berbeda dengan nekad, dimana kita melakukan sesuatu tanpa memikirkan batasan diri dan efek yang ditimbulkannya. Semoga kita semua dapat saling belajar dan lebih meningkatkan nilai untuk menikmati hari-hari kita dengan senyum dan bahagia.